Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Iwan Piliang : Kalangan Etnis Keturunan dan Bangsa?

11 Juli 2012 | 11.7.12 WIB Last Updated 2012-07-10T17:04:47Z


Melalui posting kali ini saya ingin menyigi ihwal etnis. Beberapa punggawa disini, ada kawan-kawan keturunan, yang mapan secara ekonomi, yang bersekolah, yang berkesempatan berpendidikan bagus. Sebaliknya hari ini saya menyaksikan banyak anak negeri yang mulai kelaparan, kurang gizi dan seterusnya.

Sejak saya pernah menjadi wartawan tetap (terakhir behenti di majalah SWA 1989), SWA sering sekali “memuji” kehebatan para taipan dan bisnis keturunan Cina. SWA dulu seakan menjadi majalah company profile usaha yang didominasi keturunan.
Di era setelah reformasi, sebagaimana kita ketahui konglomerasi ada yang berguguran. Namun laku dan langgam berbisnis kalangan keturunan ini, membawa sebuah kebudayaan, membangun sebuah etika bisnis yang secara tak langung menjadi “jiwa” pebisnis di Indonesia yang menyerempet ke budaya yang tidak baik.


Untuk yang signifikan: Prajogo Pangestu, Sjamsul Nursalim, Anthony Salim, bahkan kini muncul Tommy Winata, saya melihat mereka umumnya berpikir menambunkan uang, peduli amat dari melakoni segala sesuatu yang halal dan haram, merusak bangsa atau tidak , menjual negara ini atau tidak: yang penting uang!


Merekalah yang membawa semangat MONEY TALK. Segalanya bisa diselesaikan dengan uang. Makanya semangat menumpuk uang memang ada di etnis ini. Saya berani mengatakan, jika catatan sejarah literatur yang saya pegang tidak keliru, orang-orang yang dari dulu menyogok pengadilan adalah diawali kalangan etnis Cina? Melayu penegak hukum yang kere, melihat uang hijau matanya. Rusaklah hokum, rusaklah peradaban.


Ketika peristiwa Mei 1998, ketimpangan ekonomi, ditambah politik telah membuat kalangan etnis Tionghoa Indonesia, mendapat perlakuan tidak manusiawi.
Pertanyaan saya sebaliknya kini juga banyak kalangan etnis keturunan yang baik bahkan lebih mulia dari pada Aburizal Bakrie (yang menyengsarakan rakayat Porong, jatim), kok seakan diam saja, melihat laku-laku “hitam” kalangan keturunan yang terus-terusan terjadi hari-hari ini? 


Apakah tidak ada persekutuan kalangan keturunan yang baik, untuk juga berpikir berbuat baik terhadap bangsa ini? Misal, membayar pajak dengan benar, tidak macam Soekanto Tanoto di Asian Agri? Juga menganggap para huana ini juga keluarga meraka. Diri mereka sendiri? Jika ada anak-anak melayu yang kekurangan gizi, bukan malah mengahantamkan mie instant, membooster proroduksi makanan bervolume amat sangat besar mengandung gula sakarin, misalnya?


Bisnis kalangan keturunan dalam “merusak gizi” dengan eneka makanan kimia kini luar biasa!
Saya pernah mengikuti acara eksklusif makan malam kalangan taipan keturunan. Tak dipungkiri bahwa kebersamaan yang ada hanya memperkuat pencengkeraman penguasaan ekonomi, dengan seganap cara, agar kalangan pribumi memang tidak tumbuh, dan semangat pembauran tidak kian membaik.


Tulisan ini tidak bermaksud kebencian. Silakan kita berdiskusi.
Jika selama ini yang dikeluhkan aksi kekerasan Mei 1998, kerugian kalangan keturunan, perkosaan, pembakaran, mengapa tidak memikirkan berbisnis dan beragam perbuatan “yang merusak bangsa” ini, misal, melalui penyogaan aparat, penyelundupan, mengakali pajak, dengan pelayanan sosial yang minim ke tengah masyarakat, terus dilakukan?


Dulu di kota Padang saya bertetangga dengan banyak kalangan etnis Cina. Bahkan dokter langganan keluarga kami pun Cina, Murcuanto Kennedy - - bila tak salah kini praktek di Medistra. Tetapi saya tak menemui kalangan etnis Cina macam tetangga saya di Padang dulu itu lagi. Kini semuanya lain.
Mereka hanya ingat akan kepahitan, macam peristiwa Mei. Sebaliknya kini dan ke depan yang dinilai kalangan etnis hanya untung,untung, dan untung. Uang, uang dan uang. Dan kalau sudah menambun, hampir semuanya mendeposito di Singapura. Mereka seakan tidak punya negara Indonesia ini.
Jika ada nada kesinisan di tulisan ini, mereka bisa tidak menerimanya. Tetapi sesekali cobalah berkaca? Berapa persen jumlah uang dikuasai kalangan keturunan? Apa yang dilakukan kalangan keturunan untuk meningkatkan peradaban bangsa ini?


Jadi jika ke depan strata ekonomi ini tidak kita perbaiki, jangan salahkan peristiwa macam Mei 1998 akan berulang kembali. Jangan salahkan militer (Kopasssus), jangan salahkan politik! Sesekali marilah kita bahas hal ini dengan kongkret!
Hingga, kini, saya belum banyak melihat aksi sosial yang sigfikan kalangan keturunan. Mereka umumnya, memang menakar segala sesuatu dengan ekonomi: untung dan rugi


catatan iwan piliang the indonesian freedom writers
×
Berita Terbaru Update