Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

iwan piliang : ANAS VS NAZAR DALAM PEMBAGIAN FEE PROYEK..

16 Juni 2012 | 16.6.12 WIB Last Updated 2012-06-16T05:47:33Z


Jauh sebelum ribut kasus Nazaruddin saya sudah memverifikasi ihwal tender pembangunan proyek pemerintah. Ada beberapa hal yang menarik dari verifikasi itu. Pertama bila proyek bernilai di bawah Rp 100 miliar, maka fee yang bisa “dimainkan” masih dalam %. Tetapi jika proyek di atas Rp 100 miliar, pemilik proyek biasanya bisa mematok uang yang dapat digangsir.
Bagaimana cara mengganggsirnya?
Biasanya perusahaan BUMN seperti PT Adhi Karya –yang disebut Nazar di kasus Hambalang— dimenangkan ketika tender. Sebelum kemenangan itu, di bawah meja, sudah ada kontrak bawah tangan dengan perusahaan Konsultan Konstruksi. Bendera perusahaan  jasa inilah yang dijadikan lalu lintas kas.

Mengapa begitu?
Perusahaan seperti Adhi Karya adalah perusahan terbuka (Tbk.), sulit untuk berkongkalingklong, karena diaudit dan dilaporkan ke publik. Karenanya jika pakai bendera  Adhi Karya akal-akalan pasti akan tercium. Begitu logika mereka yang bermain.
Nah dalam tatanan inilah, PT yang terindikasi melibatkan Nazar dan Anas menggangsir dan  jika diverifikasi mendalam, pelakunya akan muncul nama itu ke itu, dan bertemulah  sosok terindikasi seperti Machfud Suroso (MS). MS inilah salah satu pemain utama, selain Andi Muchayat, putra Muchayat, komisaris Bank Mandiri.
Kepada publik sudah saya jelaskan saya pernah membantu media Demokrat. Saya tahu ada faksi di dalam. Tetapi tak ada hubungan saya dengan salah satu faksi. Bagi saya hal itu hanyalah bagaikan puzzle perjalanan. dari potongan satu ke potongan lainnya saya mencoba menyusunnya sehingga dapat dibaca publik secara utuh.
Ruh jurnalisme yang mengantarkan sajian ini semua.
Bukan hal lain.

Mengapa menayangkan wawancara Nazar?
Bagaimana untuk mengetahui kebenaran dan atau kesalahan, jika informasi hanya sepihak, tidak ada info dari Nazar. kalau pun ada selalu dibantah, BB dibantah palsu, SMS dianggap sampah! Karenanya semua jagad jurnlis di indonesia BAHKAN DUNIA, saya berani menyebut dunia karena jaringan AP, Reuters juga mencarinya dan meminta berwawancara.
Soal Didik L. Pambudi yang menulis di situs Demokrat dan Bobby Triadi, gencar memojokkan saya?
Didik yang memasukkan saya ke Demokrat. Bahkan hampir tak masuk ke sana. Ia sampai “merengek” apalagi setelah ayahnya berpesan sebelum ajal, “sudah di Demokrat saja.” Bahwa Didik hari ini menulis di situs Demokrat seperti sekarang, silakan publik menilai sendiri. Saya tak kenal Bobby semula. Saya hanya kenal dari Dididk. Saya tahu Bobby dari Didik. Karenanya soal Integritas Bobby mantan Kordinator Reportase Tempo yang pernah  membawahinya ketika menjadi kontributor foto dapat ditanya dan tak ada urusan personal saya dengannya.
Sehingga tak perlu lagi tanggapan dari saya, dan atau juga menangapi setiap hal yang ditulis dua oarang itu.

Saya bekerja keras sekarang, menjernihkan hati dan pikirtan, bagaimana agar bahan video, dan data lain diperoleh, meneruskan verifikasi indikasi keterlibatan Adhi Karya   berkolusinya masif ”mengangsir” uang rakyat, dibongkar. Ini premis utama. Karena dari uang tambun yang digangsirlah, terindikasi Anas Urbaningrum bisa bayar-bayar.
Ruh jurnalisme itu hati nurani. Acuan hati, selalu memandu kita ke arah kebenaran.
Bagaikan saya verifikasi soal penggelapan pajak transfer pricing, hal itu terjadi setelah Lillahi Taala setelah di suatu tengah malam bertanya ke langit di Abu Dhabi, Emirat Arab,  untuk kerja sosial: Tuhan, mengapa perempuan Indonesia diperkosa, bekerja  jadi babu, apakah negara saya miskin?
Ternyata dari verifikasi penggelapan pajak tambun, Tuhan membelalakkan mata saya bahwa negeri ini kaya raya luar biasa secara angka dapat dibuktikan! ***

Iwan Piliang, literary citizen reporter, blogger, aktifis media sosial.
×
Berita Terbaru Update