demikian kata paman saya ketika saya bujang tanggung dulu ketika meminta dicarikan pekerjaan kepada beliau, bukan tanpa alasan.. beliau ketika itu "urang mamacik" disebuah kota yang sangat maju pesat. dan jadi ketua diberbagai macam organisasi kepemudaan dan "jatahnyo" dari mana mana tiap bulan. ketika itu paman saya ini sudah memiliki 13 orang istri dan semua dibangunkan rumah, begitulah ilustrasi betapa "akaknya" dia saat itu..jawaban yang demikian membuat saya terdiam, terpana dan tak pernah menyangka kata2 demikian keluar dari mulut paman saya, yg andai saja jika ia mau dimanapun saat itu dia bisa saja memasukkan saya pekerjaan yang saya inginkan. namun jawabannya : "waang laki2.. dakilah langik dek waang,, kapulang jo bao kaba". sabana maleset dugaan saya ketika itu.orang lain tak terhitung banyaknya yg ia masukkan dan carikan pekerjaan.masak sama anak sendiri beliau berkata demikian.. demikianlah perasaan saya saat itu..
namun meskipun beliau berkata demikian namun uang belanja saya selalu ada yang mengantarkan, baik yg ia suruh dan ada juga yang dari kesadaran teman2 paman saya ini yang sangat tidak terhitung jumlahnya. saya terkenal karena saya anak kakak tertua dari paman saya ini, banyak yang segan kepada saya hanya karena faktor itu saja..
saya lahir dan besar memang dikota itu. seiring beriringnya waktu saya menyadari apa yang diucapkan paman saya tadi, dia mendidik saya jadi pria jantan, terhormat dan punya tanggungjawab atas apa yang saya lakukan. merantau pulalah saya kesebuah pulau yg masih satu provinsi dengan kota kelahiran saya ketika itu.. dari sinilah saya belajar jadi "seorang laki laki". identitas saya sembunyikan, sebab dikala itu memang saya memang lagi jadi DPO karena sebuah kasus. disanapun dikalangan "akak" nama paman saya sangat dipandang, namun saya menyembunyikan identitas diri saya demi keselamatan nyawa saya pula. semua nasehat ayahanda dan paman serta orang2 yang saya hormati semasa dikota kelahiran saya , saya terapkan. prinsip hidup saya tanamkan, dimana laki2 tidak boleh menyesal, tak boleh takut, dan jangan sekali2 merendahkn oranglain, serta perbanyak teman dari kalangan mana saja.. disini saya berkawan dengan etnis madura, batak, flores, ambon , makasar dll.. sesuai prinsip hidup yang saya pegang dan saya tanamkan saya diterima disemua kalangan dari berbagai etnis, dan berbagai macam pula karakteristik bawaan mereka.. disini saya bisa hidup.. punya penghasilan melimpah dan suka berfoya2.. kenapa? saya masih amat muda matah yg masih belum mengecap kenikmatan dunia.. begitu mudahnya mendapatkan uang di dalam jalan hidup yang saya pilih ketika itu membuat saya lama kelamaan bosan juga.. sedikit demi sedikit kesadaran saya tumbuh.. hati kecil saya tidak sesuai dengan kehidupan saya rupanya...
banyak yang bilang saya terlalu beruntung jadi orang ketika itu.. selain gagah (ini kata orang lho.. jangan sirik ye :) ) saya juga pintar berdiplomasi dan juga punya mentalitas yang tak kalah dengan paman saya tadi. namun perbedaan saya dan dirinya hanya satu.. apa itu ? saya terlalu takut akan kehidupan sesudah mati.. bukannya paman saya tidak takut juga,, namun pola hidupnya tidak mencerminkan akan hal itu.. mungkin kesadaran ini timbulnya akibat didikan mandeh saya juga semaca kecil,, belum genap 6tahun saya sudah bisa menghapal ayat kursi, disekolah dasar saya lulusan terbaik. sadar akan hal ini saya pulang kampung.. lalu ke bukittinggi dimana kakak perempuan saya berdomisili. banyak pekerjaan yang telah saya coba, dan tentu saja aliran hidup saya terpakai juga dikota ini, namun tak separah seperti apa yang saya lakukan dikota2 lainnya..
lompatan besar dalam diri saya sebenarnya tidaklah terlalu wah.. saya hanya mencoba hidup dengan pola batin sehat, saya hanya mencoba membaur dengan masyarakat yang selama ini sangat susah bagi saya untuk menyesuaikan diri dengan mereka. namun lambat laun akhirnya bisa juga saya lakukan dikampung saya ini. sekarang meskipun saya tidak bisa juga dikatakan kaya atau sebaliknya merasa menemukan siapa diri saya sesungguhnya. saya sangat bersyukur punya paman yang tidak mau memanjakan anaknya. saya sangat bersyukur tidak dicarikannya pekerjaan kala itu .. dan saya amat sangat bersyukur ketika kata kata itu terluncur dari mulutnya.."DAKILAH LANGIK, KAPULANG BAO KABA"
catatan oyong liza piliang