Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

[Tajuk] "Ayam" Genius, Mardison dan si Nonon di Pilkades

16 Maret 2022 | 16.3.22 WIB Last Updated 2022-03-16T13:44:17Z

Oyong Liza Piliang

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak Kota Pariaman telah sampai ke tahap pelantikan. Pilkades di 18 desa tersebut dilaksanakan serentak pada 12 Februari 2022.

Meski gelanggang telah usai, desas desus keterlibatan pejabat daerah dalam mendukung para calon masih hangat diperbincangkan masyarakat. Contohnya, "ayam" Genius (Walikota Genius Umar) kalah di desa anu. "Ayam si Nonon (Fitri Nora) menang di desa anu, hingga jagoan yang didukung Wakil Walikota Mardison Mahyuddin kalah oleh "ayam" Genius.

Istilah ayam oleh masyarakat merujuk pada personal yang mendapat dukungan dari Atas. Bukan ayam benaran, apalagi ayam sabungan. Istilah ayam mulai populer sejak segala hal berbau pemilihan kepala - mulai dari presiden hingga kepala desa - dilakukan secara langsung. One man one vote.

Istilah "ayam Genius, ayam Mardison dan ayam Fitri Nora" paling banyak dibicarakan. Ota kedai kopi lebih seru lagi tentang bentuk dukungan terhadap salah satu calon kades. Mulai dari mendrop bantuan beras, uang hingga kebijakan. Tiga tokoh ini dinilai aktor berpengaruh di Pilkades serentak 12 Februari. Mereka tentu saja terlihat seperti orang yang punya kepentingan dan agenda politik yang lebih besar oleh masyarakat. Si Nonon disebut akan membidik kursi wakil walikota. Ia dibilang ingin jadi perempuan pertama yang duduk di kursi eksekutif. Lumrah.

Isu seperti ini sebenarnya merupakan hal biasa. Tidak perlu juga dibahas terlalu serius. Istilahnya pemanasan politik menjelang Pilkada Pariaman 2024. Namun di sisi berbeda, jika benar para pejabat utama daerah sampai hati mendukung salah satu calon, ini preseden tidak baik bagi perkembangan pendidikan politik masyarakat. Tidak etis - equivalen politik status quo - yang pragmatis.

Era politik modern, saling dukung demi mengamankan kantong suara telah dilakukan secara terstruktur dan masif dari atas hingga bawah. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara super-demokrasi-liberal Amerika Serikat.

Pada 2019 lalu mungkin salah satu dari kita pernah mendengar "orang penting daerah" mendapat arahan khusus dari orang kepercayaan calon presiden perihal strategi memenangkan capres di daerah. Ini sudah menjadi rahasia umum. Pemetaan daerah, alegori pemimpin, retorika dan propaganda yang cocok dimainkan di tiap daerah, akan dibahas dalam pertemuan tertutup tersebut.

Seberapa pengaruhnya jika "ayam" si "anu" menang?

Kita coba bahas seandainya "ayam si anu" menang di banyak desa. Akankah ia juga akan membawa kemenangan di desa itu jika ia mendukung salah satu pasangan calon pada Pilkada mendatang? Jawabannya jelas tidak! tidak dan tidak!

Kenapa tidak, karena para pemilih jelas punya pilihan personal tersendiri yang tidak bisa dipengaruhi oleh pihak lain. Pemilih sudah terlatih mengelempokkan sesuatu sesuai porsinya. Apalagi untuk Pilkada. Masyarakat akan dengan mudah menjawab saat ini ia memilih walikota, bukan kepala desa saat ia diarahkan para kepala desa. Mungkin ia hanya menjawab dalam hatinya jika ia tidak bisa bicara gamblang karena segan. Mengapa pula kata kepala desa ia dengar, bukan dia yang jadi walikota.

Saya tidak membenarkan seratus persen pernyataan di atas, namun saya melihat, mengamati dan terlibat langsung dalam setiap pemilihan elektoral. Dalam Pilpres masyarakat tidak ikut arahan gubernur, pada Pilgub masyarakat tidak mengikuti arahan bupati dan walikota. Begitu juga dengan Pilkades, masyarakat tidak akan mengikuti arahan walikota. Kecuali "ayam" mereka memang sama.

Jadi, ayam siapapun yang menang, 90 persen merupakan hasil jerih payah mereka (Para calon kepala desa) sendiri. Sedangkan sepuluh persen dibagi delapan, baru hasil arahan bapak dan ibuk tu. (OLP)

×
Berita Terbaru Update