Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Irwan Anas Malik Kisahkan Prinsip Ayahnya Saat Memimpin Padangpariaman

6 Februari 2020 | 6.2.20 WIB Last Updated 2020-02-06T14:53:06Z
Anak ketiga (alm) Anas Malik dari sembilan bersaudara Irwan Aidil Fitri(kiri) bersama Faisal Arifin (kanan) keponakan kandung Anas Malik. Foto: OLP
Jakarta - Pada era 80-an Kabupaten Padangpariaman menjadi satu-satunya daerah tingkat dua di luar pulau Jawa hingga kini yang berhasil meraih Anugerah Parasamya Purnakarya Nugraha.

Parasamya Purnakarya Nugraha - yang berarti anugerah atas pekerjaan sempurna untuk kepentingan semua orang - adalah sebuah tanda penghargaan yang diberikan kepada provinsi/daerah tingkat I dan kabupaten/kota yang menunjukkan hasil karya tertinggi dalam pembangunan.

Dan, penghargaan tersebut melambungkan nama Bupati Padangpariaman (alm) Kolonel Anas Malik dan Gubernur Sumatera Barat Letjen (purn) Azwar Anas di kancah nasional. Ia menjadi bupati paling diteladani oleh bupati dan walikota di seluruh Tanah Air pada masa itu.

Saat penyematan anugerah tersebut di Lapangan Merdeka Pariaman, sekitar 200 perwira TNI hadir. Termasuk Panglima ABRI Jenderal Muhammad Jusuf - yang menyematkan pangkat Kolonel kepada Anas Malik.

Jenderal (purn) TNI Wismoyo Aris Munandar KSAD 1993 hingga 1995 dan Pangkostrad periode 1990 hingga 1993 dalam biografinya "Perjalanan Seorang Jenderal" bahkan menyebut Anas Malik adalah gurunya.

Sejarah tersebut diceritakan oleh anak ketiga Anas Malik, Irwan Aidil Fitri alias Irwan Anas Malik di komplek Kodam V Jaya Jati Waringin, Jakarta, Selasa (4/2). Anggota DPRD Sumbar 1987 hingga 2002 itu masih kelihatan bugar di usia yang telah memasuki 64 tahun. Ia kini memilik enam orang cucu dari tiga anaknya.

Di masa kepemimpinan Anas Malik, kata Irwan, PAD Padangpariaman sangat kecil cuma tiga persen. Dengan wilayah Padangpariaman yang melingkupi Pariaman dan Mentawai (kini sudah otonomi), APBD pun mesti diirit seketat mungkin agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan. Padangpariaman merupakan daerah tingkat dua terluas di Sumatera Barat kala itu.

Namun, bupati legendaris tersebut, sebut Irwan, punya metodelogi dalam menjalankan roda pemerintahan Padangpariaman selama 10 tahun kepemimpinannya (1980-1990).

"Orang Piaman itu terbuka. Jika terbuka berarti bisa diajak bicara. Papa (Anas Malik) merangkul semuanya, baik yang di kampung hingga di perantauan," ungkap Irwan.

Pembangunan di masa Anas Malik memang paling fenomenal mengingat minimnya anggaran saat itu. Di tangan mantan Danpaspampres yang mendapat gelar kehormatan dari tokoh adat Sulawesi dengan gelar Datuk Sulaiman - karena mengerahkan Manunggal Bakti ABRI di Sulawesi Selatan dan Tengah pada 1963 - pembangunan Padangpariaman sukses merambah sektor-sektor vital.

Seperti pendidikan dengan membangun Sekolah Tinggi, Sekolah Menengah Kejuruan, infrastruktur jalan, termasuk pembangunan kultur sosial masyarakat Padangpariaman di masa itu. Hal yang sebelumnya tidak pernah ada di Padangpariaman, menjadi ada ditangan bupati kelahiran 1929 itu.

"Prinsip Papa (Anas Malik) baca bismillah dalam setiap pekerjaan. Hidup itu adalah 100 persen ibadah baginya. Ia bekerja 100 persen buat Padangpariaman dan tidak ada buat dirinya pribadi," kata Irwan.

Dalam memimpin, kata Irwan, seorang pemimpin harus merasa memiliki daerahnya dan masyarakat yang dipimpinnya juga merasa memiliki seorang kalifah. Kalifah menurut Irwan, selalu ada dan membaur dengan masyarakatnya. Kalifah yang ia maksud adalah pemimpin yang melayani, bukan minta dilayani.

"Papa 75 persen waktunya turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi masyarakat saat itu. Ia bahkan tidur di rumah-rumah masyarakat agar mengetahui berbagai persoalan yang ada di setiap nagari-nagari yang ia kunjungi. Dari sana ia mengajak bicara. Mau bangun apa nih? dan ajak peran serta masyarakat," tutur ayah tiga anak itu.

Atas dasar dan strategi kepemimpinan Anas Malik saat itu, sebut Irwan, pembangunan bisa berjalan hingga 100 persen hanya dengan modal 10 persen berkat keterlibatan masyarakat. Peran masyarakat kala itu seperti menggratiskan pembebasan lahan, gotong royong bersama hingga ikut menyumbangkan uangnya untuk pembangunan. Para perantau Piaman di masa Anas Malik, dikenal paling royal badoncek (beriuran) untuk membanguan kampung halaman mereka.

Lalu bagaimana dengan kepemimpinan sekarang. Irwan tidak mau menjawabnya dengan gamlang. Ia hanya membicarakan pemimpin yang akan datang karena Padangpariaman akan menghelat Pilkada pada 2020 ini.

Sosok pemimpin Padangpariaman mendatang, kata Irwan harus beserta rakyat. Tidak boleh tidak. Pemimpin yang kerjanya dari rumah ke kantor guna menjalani rutinitas kerja semata tidak akan membawa perubahan apa-apa kepada masyarakat yang dipimpinnya.

Ia juga cukup mengamati sejumlah nama bakal calon yang sudah mengemuka saat ini. Dari sekian nama yang ada, cuma segelintir bakal calon yang memenuhi indikator pemimpin beserta rakyat.

"Saat ini indikatornya sementara ada di Wali Feri (Tri Suryadi) yang dalam lima belas tahun terakhir bisa kita amati karier kepemimpinannya. Dari ketua pemuda, walikorong, walinagari, anggota DPRD Padangpariaman dan kini DPRD Sumbar," kata Irwan.

Namun, menurutnya Wali Feri dan bakal calon lainnya juga harus memenuhi indikator lainnya yang tidak bisa dipelajari di sekolah manapun. Yakni belajar menjadi pemimpin yang Kalifah. Pemimpin yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Pemimpin yang mencurahkan segala daya dan upayanya demi kepentingan rakyat. Pemimpin yang tidak punya kepentingan pribadi namun semata berjuang 100 persen demi rakyat yang dipimpinnya.

"Kenapa dulu Papa bersepeda. Karena ia ingin melihat langsung masyarakatnya. Kalau bupati ke lapangan akan cepat tersebar. Jika bupati ambil tindakan di lapangan, masyarakat akan paham karakter pemimpin mereka. Oh ini tak boleh sama bupati, oh ini bagus sama bupati. Itu yang tersebar di masyarakat," terang Irwan.

Memimpin, sebut Irwan adalah mengorbankan diri. Itu adalah tugas yang sangat berat dan pertangungjawabannya dunia dan akhirat. Seorang pemimpin juga tidak boleh tergoda dengan hal-hal yang bersifat material.

"Jika pemimpinnya sudah duniawi (terjebak materi) yang dirugikan adalah masyarakat," sambungnya.

Ia berpesan kepada masyarakat Padangpariaman agar jeli memilih pemimpin mereka. Pilihlah pemimpin yang mau berjalan beriringan dengan masyarakatnya. Dan bagi bakal calon pemimpin, berikanlah pengabdian terbaik bagi kesejahteraan masyarakat Padangpariaman. Kesampingkan kepentingan pribadi dan kelompok. (OLP)
×
Berita Terbaru Update