Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Penelusuran-- Fakta Kehidupan Asnimar Sesungguhnya

4 Februari 2017 | 4.2.17 WIB Last Updated 2017-02-04T16:49:34Z



Potret kemiskinan terpampang di pelupuk mata. Kisah Asnimar (36) janda beranak tujuh (sebelumnya disebutkan enam), warga Korong Duku Banyak, Nagari Balah Aia, Kecamatan VII Koto Sei Sariak tidur di dalam pondok beratap terpal berpenyangga kayu ukuran 1x2 meter, adalah sebuah kebenaran yang sulit dipercaya sebelum menyaksikan dengan mata kepala sendiri.

Karena di dalam pondok tidak muat, sebagian anaknya tidur di atas becak. Becak ia sandingkan dengan pintu masuk pondok buatannya agar ia bisa mengawasi anak-anaknya saat malam hari. Karton dan terpal bekas ia gunakan buat alas dan peneduh dari dinginnya malam selama empat bulan belakangan. Saat turun hujan, seketika dalam pondok kebasahan oleh titisan air.


Asnimar mengepak hasil pulungannya untuk dijual di depan pondok terpal huniannya. Terpal baru sumbangan warga-- terpal yang dimiliki sebelumnya bekas dan bocor.


Sekitar sepuluh meter dari pondok hunian buatan Asnimar, berdiri kokoh rumah milik orangtuanya. Di rumah tersebut tinggal adik bungsunya Jumayani (23) bersama suaminya. Jumayani diketahui belum lama menikah dengan seorang pria berprofesi sebagai sopir. Di rumah lapang dan layak itu, Asnimar sebenarnya memiliki hak tinggal selaku perempuan Pariaman yang menganut garis matriakat.

Sebelum mendirikan pondok di tanah milik keluarganya empat bulan yang lalu itu, Asnimar bersama ketujuh anaknya menumpang di rumah Bako (saudara ayahnya) di Batang Tajongkek, Pariaman Selatan. Kepahitan silih berganti menggarisi hidup Asnimar sejak ditinggal mati dua suami yang menitipkan tujuh anak untuk ia pelihara dengan baik.




Asnimar memiliki enam anak dari suami pertama bernama Marlis (43). Marlis yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang jahit itu meninggal dunia pada tahun 2012. Sepeninggal suaminya tak lama menjanda, Asnimar dinikahi oleh Darman Muntir (72) yang menitipkan seorang anak lagi di rahimnya. Darman Muntir yang berprofesi sebagai pedagang itu meninggal dunia saat janin dalam kandungan Asnimar berusia empat bulan. Anak bungsu Asnimar hasil perkawinannya dengan Darman Muntir sekarang masih balita berumur 19 bulan.

"Lebih baik saya tinggal di sini. Meskipun ada hak saya di rumah itu, tapi jika adik saya tak sepaham apa boleh buat, lebih baik saya mengalah," ujar Asnimar kepada sejumlah wartawan yang sengaja datang menjenguknya untuk menyumbang sembako dan uang ala kadarnya.

Asnimar menjelaskan, setelah berita tentang dirinya viral di media sosial, beberapa petugas Kamtibmas mendatanginya dan memintanya tidur di rumah orangtuanya. Permintaan tersebut ia terima, sedangkan hubungannya dengan sang adik masih tetap tidak harmonis.




Meski dalam tiga hari belakangan ia sudah tidur dalam rumah, memasak tetap ia lakukan di pondok. Mencuci pakaian juga masih ia lakukan di 'banda sawah' berair keruh di belakang rumahnya. Kehidupan Asnimar dan ketujuh anaknya sangat jauh dari pola hidup higienis.

Ketidak akuran Asnimar dan adik bungsu perempuannya itu dibenarkan oleh adik laki-lakinya Nurdin (26) dan paman kandungnya Khaidir (50). Sang nenek Dalima (85) senada menyatakan demikian. Mereka mengakui Asnimar berhati keras dan pantang dihina atas kondisi yang menimpanya.

"Kakak Asnimar memang keras hati, lebih baik ia menderita daripada berseberangan hati dalam rumah. Telah berbagai upaya kami lakukan untuk mendamaikan mereka berdua," ujar Nurdin.
 

Kenyataan hidup Asnimar selama ini berusaha ditutup-tutupi oleh sebagian pihak. Mereka tidak ingin hal tersebut diketahui publik secara luas.

"Saya disuruh jangan beri tahu, agar dibangunkan rumah oleh pemerintah. Tapi saya tidak bisa membohongi keadaan," sambung Asnimar yang hanya sekolah hingga kelas dua di SMP 3 Pariaman itu.

Asnimar mengayuh becak tua karatan di jalanan dengan satu balita berpangku kain, acap terlihat oleh warga memulung. Ia dibantu oleh dua anak tertuanya menyerta di atas becak.

Dari pengakuan Asnimar, ia pernah didatangi oleh seorang pejabat berhati tulus (ternyata diketahui Dandim 0308/Pariaman Letkol. Arh. Endro Nurbantoro) hingga ke rumahnya. Pejabat itu menurutnya sudah tiga kali datang memberikan bantuan sembako dan uang kepadanya, jauh sebelum berita tentang keluarganya dimuat media.

"Semoga bapak yang baik itu dilimpahkan rejekinya oleh Allah," doa Asnimar.

Kondisi Asnimar yang tinggal dalam terpal sempat kontroversial. Keabsahannya disangkal oleh sebagian pihak tanpa mau melakukan verifikasi mendalam atas kebenaran tersebut.

Wanita kelahiran 1981 itu tidak mengambil pusing tentang hal itu. Baginya membesarkan tujuh anak lebih penting daripada berkeluh kesah tentang kehidupannya.

Dua diantara tujuh anak Asnimar menderita radang paru-paru dan peritonitis akut yang dikuatkan dengan bukti diagnosa dokter. Malianis (5), putri Asnimar yang menderita radang paru tak henti-hentinya batuk selama Asnimar bercakap-cakap dengan wartawan. Hingga merungkuk badannya oleh batuk yang sangat dalam.

Sedangkan Muhammad Jamil (7) anak keempat Asnimar, pernah pula dirawat di RS M Djamil Padang dengan diagnosa penyakit Acute Peritonitis pada bulan Desember 2015. Peritonitis akut adalah peradangan lapisan tipis di dinding bagian dalam perut (peritoneum). Jika dibiarkan memburuk, maka peritonitis bisa menyebabkan infeksi seluruh sistem tubuh yang membahayakan nyawa.


"Oleh pemerintah dibawa ke rumah sakit Padang, dan sekarang Muhammad Jamil sudah mulai baikan," ungkapnya.

Kehidupan Asnimar menuai simpati berbagai pihak. Seorang warga Pasaman yang saat ini mengontrak tinggal di Pauh Pariaman, menangis sedu menyaksikan potret kehidupan Asnimar dan anaknya diposting warga di jejaring youtube.

"Saya tak bisa tidur dan tak bisa berhenti menagis menyaksikan video tersebut. Hari ini saya ke sini atas dasar kemanusian, memberikan apa yang bisa kami beri bersama teman-teman," ujar para gadis yang ternyata seniman orgen tunggal tersebut.

Di lain pihak Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pariaman Ikhlas Bakri bertekad akan mengupayakan membangunkan sebuah hunian layak bagi Asnimar dan anak-anaknya.

"Dengan berbagai cara kita upayakan. Ini adalah demi kemanusiaan," ujar Ikhlas.

Ikhlas Bakri dengan keluarga besar wartawannya, hari itu juga meminta surat pernyataan penempatan tanah yang ditandatangani oleh paman Asnimar beserta dua saksi terkait setempat.

"Surat pernyataan ini penting agar tidak ada gugatan saat dibangun. Kita upayakan menggalang dana selekasnya," sambungnya.

Ia mengimbau bagi siapapun yang merasa peduli untuk ikut berpartisipasi guna meringankan beban keluarga Asnimar. Ia meminta agar semua pihak menahan diri di media sosial yang memperdebatkan keabsahan berita kondisi keluarga Asnimar tersebut.


"Jangan lah ada pihak tertentu saling adu argumen di media sosial membahas benar tidaknya kondisi keluarga Asnimar. Kondisi Asnimar dan ketujuh anaknya tidur di tenda adalah sahih 100 persen, bukan kabar bohong," pungkasnya.

OLP
×
Berita Terbaru Update