Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Opini Pilkada-- Patah Pucuk Sebelum Kembang

28 Desember 2016 | 28.12.16 WIB Last Updated 2016-12-28T06:18:09Z



Salah satu tingginya minat orang untuk berlaga di Pilkada Kota Pariaman adalah karena faktor geografis dan populasi. Kota Pariaman hanya memiliki empat (4) kecamatan, 71 desa/kelurahan dan tidak lebih dari 60 ribu warga yang memiliki hak pilih dari 92 ribu jumlah penduduk Kota Pariaman secara keseluruhan.

Jumlah warga yang memiliki hak pilih itu berkurang pula oleh pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya saat Pilkada berlangsung. Prosentase tidak memilih memungkinkan capai di atas 25 persen dari jumlah pemilih tersebut. 20 ribu suara adalah prosentase angka kemenangan!

Dari segi anggaran yang dikeluarkan masing pasangan calon, Pilkada Kota Pariaman termasuk politik berbiaya cukup rendah jika kita membandingkan dengan sejumlah kota lain di Indonesia yang memiliki luas dan jumlah penduduk hampir sama. Hal itu disebabkan oleh jaringan primordial yang menjadi suara dasar bagi para kandidat.

Jaringan primordial bagi calon-- sebagai kelompok pertama; antara lain pemilih dari kalangan keluarga, satu kampung, satu kaum, alumni yang terbina dan jaringan pemilih berdasarkan kesamaan ideologis/kepentingan. Sedangkan suara kelompok kedua yang diperebutkan oleh masing calon-- suara mengambang terdiri atas; suara pemilih pemula, kaum apatis serta masyarakat miskin dan pengangguran, ditambah kaum pendatang. Prosentase dari jumlah pemilih kelompok kaum kedua diperkirakan lebih dari 30 persen-- sebuah jumlah suara penentu kemenangan.

Dari analisa pertama tersebut dapat disimpulkan kenapa para petahana lebih diuntungkan dibanding para chalengger (penantang) yang sama-sama melihat peluang menang dari dua rumus sederhana dua kelompok pemilih di Kota Pariaman.

Para "orang petahana" atau lebih jelasnya orang yang berada dalam pusat sumbu kekuasaan saat ini. Mereka lebih diuntungkan karena dengan mudahnya menjangkau kategori semua kalangan pemilih. Mereka dapat bertatap muka dengan seluruh calon pemilih dalam rentang masa penjabatan dia karena hanya menemui sejumlah 60 ribu orang. Keuntungan tersebut dibantu pula oleh jaringan primordial yang mereka miliki yang digerakan sebagai komponen mesin politiknya.

Sedangkan keuntungan bagi para chalengger untuk memenangkan Pilkada Pariaman bisa dimulai dengan fokus menjaring pada suara pemilih pemula, kaum apatis, masyarakat miskin dan pengangguran. Dalam hal ini diperlukan energi besar untuk meyakinkan pemilih tersebut. Mereka harus mampu mengejewantahkan program yang akan mereka buat lebih baik dari rezim sekarang. Tidak boleh ada kesalahan, karena salah sedikit saja, jika kelompok tersebut berpikir program para chalengger ternyata tidak lebih baik dari rezim sekarang, mereka berubah menjadi pemilih mengambang yang berpotensi menjadi golongan putih dan calon pemilih "ada uang ada suara".

Keuntungan besar bagi "orang petahana" bukan tanpa ancaman. Dalam sisa waktu jelang Pilkada Pariaman yang dihelat tahun 2018, segala kebijakan tidak populer berpotensi mengecilkan peluang mereka mendulang suara. 


Mayarakat Pariaman yang homogen serta egaliter dikenal "tidak militan", serta " tidak bernabi" kepada orang lain apalagi dalam pilihan politik. Maka dari itu dapat kita lihat dan rasakan bahwa untuk merawat dan menambah perolehan suara dasar pada Pilkada yang akan datang para calon wajib merawatnya dengan sangat hati-hati, jangan sampai patah pucuk sebelum berkembang.

OLP
×
Berita Terbaru Update