Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dua Kali Mangkir, Kejari Pariaman Ancam Jemput Paksa dan Sita Aset Khosan Kasitdi

20 Oktober 2015 | 20.10.15 WIB Last Updated 2015-10-20T13:36:04Z



Kejaksaan Negeri (Kejari) Pariaman menilai tersangka Khosan Kasitdi (29) direktur PT Graha Fortuna Purnama tidak koperatif dan dianggap mangkir memenuhi panggilan kedua kalinya oleh Kejari Pariaman. Menurut Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Pariaman, Resmen, Khosan yang merupakan rekanan pada proyek PPID istalasi penyediaan air bersih PDAM senilai Rp19 milyar di Asam Pulau, Lubuk Alung, Padangpariaman pada tahun 2011 itu akan dipanggil secara paksa jika tidak hadir Jum'at depan.



"Kita (Kejari) menilai yang bersangkutan (Khosan Kasitdi) mangkir, meski pengacaranya menyatakan yang bersangkutan sakit. Jika pada panggilan ketiga tidak datang akan kita jemput paksa, lalu aset perusahaannya kita sita dan menerbitkan DPO (Daftar Pencarian Orang) buronan," sebut Resmen di Kejari Pariaman usai ditemui pengacara tersangka, Selasa (20/10).

Dikatakan Resmen, Khosan Kasitdi sedianya akan ditahan bersamaan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Padangpariaman Zainir selaku PA (pengguna anggaran) proyek itu dan Oyer Putra KPA (kuasa pengguna anggaran) dalam kasus yang sama di mana kerugian negara disebutkan senilai Rp4.469.318.800,- (empat milyar empat ratus enam puluh sembilan juta tiga ratus delapan belas ribu delapan ratus rupiah) pada Kamis lalu (15/10).

"Kamis itu yang bersangkutan tidak hadir, sekarang mangkir. Karena ini pidana khusus, persidangan bisa dilakukan secara in absentia dan akan merugikan tersangka itu sendiri karena hak-hak nya selaku terdakwa akan hilang. Jika hukum sudah diputuskan, terdakwa nantinya tidak bisa melakukan banding dan kasasi," dia menuturkan.

Resmen menambahkan, tersangka Khosan melalui pengacaranya telah memulihkan (membayar atau mengembalikan) Rp1,9 milyar dari total kerugian negara senilai Rp4,46 milyar yang dimasukan ke khas negara.

"Seharusnya ditingkat penyidikan pemulihan dilakukan total dan itu bisa pengaruhi tuntutan. Tapi sesuai pasal 4 UU nomor 31 tahun 1999, itu tidak menghapus tindak pidana yang dilakukan olehnya," kata dia.
 

Resmen menyikapi pertanyaan wartawan jika seandainya tersangka melarikan diri ke Singapura di mana antara Indonesia dan Singapura tidak menjalin kerjasama ekstradisi.

"Sidang tetap dilakukan secara in absentia  "dengan ketidakhadiran" tersangka. Kita akan sita aset-aset perusahaannya. Jum'at depan pemanggilan terakhir dan final," tandasnya.

Sementara itu, salah satu kuasa hukum Khosan Kasitdi yang datang dari Jakarta, Ardin, SH, MH membawa surat keterangan sakit kliennya ke Kejari Pariaman. Ardin yang mengenalkan diri sebagai kandidat doktor bidang hukum itu menyebut bahwa kliennya dalam keadaan sakit depresi berat.

"Dia kan keturunan (WNI keturunan) masih muda belum umur 30 tahunan dan biasa hidup nyaman. Kasus ini membuatnya depresi berat dan asam lambungnya naik. Dia (Khosan) dirawat di Jakarta," kata Ardin kepada wartawan.

Namun demikian pengacara kelahiran Palu, Sulawesi Tengah itu memastikan kliennya akan hadir Jum'at depan (23/10).

"Harus hadir hari Jum'at. Kita koperatif dan klien kita sudah pulihkan hampir dua milyar kerugian negara," katanya.

Masih menurut dia, pada hari ini sedianya Khosan akan membawa uang pemulihan kerugian negara.

"Tapi lantaran sakit klien kita urung datang. Tapi kita katakan, Jum'at adalah finalti dan klien kita wajib datang dalam keadaan apapun," ungkapnya.


Ardin mengaku punya senjata pamungkas yang akan dia buka di persidangan terkait keterlibatan beberapa orang yang tidak disebutkan dalam BAP di Kejari Pariaman.

"Pembuktiannya akan kita buka di pengadilan siapa saja yang bermain di kasus ini. BAP itu kan prosedural, pembuktian dan fakta-fakta di pengadilan," pungkasnya.

Sebagaimana dikatakan Resmen, tersangka Khosan Kasitdi diancam pidana dengan pasal 2, pasal 3, pasal 8, pasal 9 dan pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 junto UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Diancam pidana maksimal 20 tahun penjara. Dalam keadaan tertentu di mana mengganggu stabilitas nasional bisa diancam hukuman mati atau seumur hidup. Stabilitas nasional itu bisa diartikan negara dalam keadaan bencana. Kita lihat saja nanti," pungkasnya.

OLP
×
Berita Terbaru Update