Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Negeri Serba Mafia

31 Agustus 2015 | 31.8.15 WIB Last Updated 2015-08-31T13:24:08Z



Hampir tak ada ruang kosong di negeri ini tanpa kuasa mafiaMulai dari yang sederhana hingga yang paling istimewaKehidupan kita dikepung sedemikian rupaMereka menghisap kehidupan, mengambil keuntungan tanpa kerja dan mengeluarkan keringat.
Bukanlah berita baru, bila ada mafia pembantu rumah tangga, mafia daging sapi, mafia minyak, mafia peradilan, mafia alat-alat pertanian, mafia pupuk, mafia beras,mafia gula,mafia garam,mafia narkoba,mafia sepak bola,mafia hukum,mafia kayu,mafia tanah,mafia pajak,mafia PNS,mafia senjata.Mafia telah merajai seluruh lini kehidupan. Mengerikan. 
Mafia selalu ada, bekerja dalam lingkaran jaringan yang sulit dijangkau nalar kita. Terasa tapi tak bisa dibuktikan. Mereka mampu memainkan peran strategis tanpa publik tahu. Bahkan mampu menyetir laju informasi kemana hendak dituju maksud berita demi keuntungan yang akan diraih.
Siapa mereka? Tentu tak bisa mengatakan secara terang-terangan. Tetapi kita bisa menyatakan, orang-orang yang tanpa melakukan apapun tetapi bisa kaya raya, mendapatkan keuntungan secara siluman, itulah salah satu corak kerja mafia. Misalnya, dengan menggiring sedikit arah kebijakan pemerintah, ia bisa menangguk keuntungan dari setiap detik transaksi di publik. Begitulah. 
Di negeri asalnya, Italia, istilah “mafia adalah sebuah gerakan senyap yang mampu memperdayakan lawan tanpa berkutik. Mafia adalah kelompok besar yang misterius, berkuasa, ditakuti, tetapi mampu mengubah seluruh kejahatan menjadi sebuah kerja kemanusiaan!
Istilah "mafia" kini telah melebar hingga dapat merujuk kepada kelompok yang mendunia, yang melakukan kejahatan terorganisir. Mafia awalnya merupakan nama sebuah konfederasi yang orang-orang di Sisilia pada Abad Pertengahan untuk tujuan perlindungan dan penegakan hukum dengan cara main hakim sendiri"Konfederasi ini kemudian mulai melakukan kejahatan terorganisir.
Anggota mafia disebut mafioso, yang berarti pria terhormat. Mafia melebarkan sayap ke Amerika Serikat melalui imigrasi pada abad ke-20.Kekuatan mafia mencapai puncaknya di AS pada pertengahan abad ke-20, hingga rentetan penyelidikan FBI pada tahun 1970-an dan 1980-an agak mengurangi pengaruh mereka. Meski kejatuhannya tersebut, mafia dan reputasinya telah tertanam di budaya populer Amerika, sehingga difilmkan di televisi dan bahkan iklan-iklan.
Mungkin juga, pengaruh dari tontonan film-film produksi Amerika itu, yang jelas di negeri ini, mafia sudah meraja dalam bentuk dan nama yang berbeda-beda. Mungkin juga, ini sebuah keniscayaan ketika negeri ini tidak memiliki kekuatan kepemimpinan kharismatik yang mampu menegakkan wibawa hukum.
Mafia Demokrasi 

Memasuki musim Pilkada Serentak 2015 di 263 Prov,Ko,Kab,dengan hiruk pikuk proses pencalonan, kita menikmati sebuah permainan yang terasa aneh. Entah tangan siapa yang memainkan ini. Mungkinitulah mafia dalam Pilkada, yang membuat terjadinya head to head, muncul calon tunggal, lalu muncul pula calon boneka. 
Alam demokrasi yang berkembang sunsang seperti sekarang, agak ajaib bila memahami dari segi filosofi,etika dan eksistensi partai politik. Kinerja partai kelihatannya kian menjauh dari sisi ideal sebagai lembaga yang memikirkan kebajikan ummat dan kemajuan bangsa-negara. Partai politik justru terjebak dalam kepentingan sesaatkekuasaan semataMemang dengan kekuasaan, cita-cita luhur partai bisa dicapai, namun mengenyampingkan akal sehat dan mengelabui publik tentulah pekerjaan sia-sia. Karena nalar publik hanya bisa dikelabui satu kali, lebih dari itu, kepercayaan publik akan luntur. 
Fenomena yang hadir dalam proses Pilkada Serentak 2015 ini harus menjadi pelajaran penting bagi kita semua, agar kualitas demokrasi kian membaik. Harus perbaikan sistem di masa depan nantinya. 
Membaca fenomena hari ini, agak sulit kita menyatakan pendulum demokrasi itu ke arah yang benar. Justru kelihatan membalik. Pilkada hanya mampu mencapai titik sasar demokrasi prosedural, menjauh titik sasar demokrasi substansial. Dimana demokrasi, kekuasaan yang berdaulat kepada rakyat, seperti yang dipikirkan Filosof Descartes dan Aristoteles itu.
Kembali ke soal mafia, tentu saja, persoalan demokrasi kita sedang dijejali kepentingan banyak pihak, termasuk para mafia politik yang berorientasi kepada keuntungan dalam banyak hal. Terutama, keuntungan kekuasaan dan ekonomi. Kita telah  melihat, bagaimana kekuasaan negara dipermainkan segelintir orang yang menentukannya. 
Simbiosis Mutualisme

Ini lebih mengerikan lagi, ketika eksistensi mafia itu ternyata simbiosis mutualisme dengan oknum-oknum pelaksana negara. keduanya topang menopang mengeruk
keuntungan. Misalnya, belum keluar kebijakan ke publik, sudah bocor duluan. Lalu kekeruhan itu dijadikan jalan dan kesempatan. 
Idealnya, negara mampu mempersempit ruang gerak bagi kelompok yang merugikan. Namun tampaknya negara belum mampu dan bahkan acap alpa ketika mafia sudah berkuasa di banyak sektor kehidupan masyarakat. Negara tidak bisa mengambil alih. Negara sering kalah. 
Namun demikian, cita-cita agar negara ini bersih dijalankan tetap harus digerakkan dan diperjuangkan hingga bisa ditinggalkan dalam keadaan terbaik untuk anak cucu kita nanti.
Dasar Negara

Ketika negara hampir dikuasa mafia, hendaknya gerakan untuk mengembalikan cita-cita dasar negara harus digalakkan. Diteruskan. Setiap saat dan setiap waktu. Membangun jiwa anak bangsa dengan merujuk dasar negara pada Sila Pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa.

Salah satu jawaban atas persoalan-persoalan bangsa ini adalah kehidupan spiritual yang aplikatif. Menjadi bagian penting dalam berkehidupan. Spiritual tidak ditinggalkan di rumah ibadah. Namun setarikan nafas dengan kehidupan.  

Betapa penting, membangun spiritualitas dalam kehidupan ini. Melekat dan menjadi budaya. Selama ini, kehidupan berbangsa dan bernegara yang terseret ke garis sekuler belum juga mampu mengejawantahkan cita-cita pendiri bangsa ini. Hanya melahirkan pembangunan berdasarkan angka-angka tanpa jiwa. 

Sistem mafioso yang diam-diam sudah melekat dalam sistem yang kian koruptif, sepertinya akan terus berlari mengabadikan jejak rekam kejahatan berbaju kebenaran formal di negeri ini. Sementara, cita-cita luhur sepertinya akan kian jauh tertinggal. Mafia dan koruptor lahir ketika sistem spiritualitas tidak dibangun dalam kepribadian anak bangsa. 

Pada konteks inilah, sebenarnya pemerintah yang menjalankan amanat negara harus mampu membaca keadaan kehidupan bernegara kita dengan persepsi spiritualitas. Memberikan protype kehidupan yang setiap saat membawa denyut iman sehingga segala bentuk kejahatan, sekecil apapun, bisa dihindarkan. 

Persoalan ekonomi, keuangan, politik, keamanan, kenyamanan, kemakmuran dan kesejahteraan, selalu lahir ketika ada sebagian dalam kehidupan ini dikendalikan nafsu yang tamak, rakus dan tidak memiliki kontrol spiritualitas. Di sinilah, kita butuh pemimpin yang berkomitmen tinggi untuk kemajuan bangsa-negara, bekerja keras di atas rata-rata tanpa basa-basi, demi tegaknya marwah negara.Tidak tunduk dengan kuasa sistemik yang serba misterius serupa mafia.Salam.(LH).
×
Berita Terbaru Update