Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Sinopsis Novel Indra J Piliang "Pinangan dari Selatan"

2 Januari 2015 | 2.1.15 WIB Last Updated 2015-01-02T13:49:58Z



Di balik kehidupan yang terlihat biasa-biasa saja, terdapat kisah pertarungan hidup-mati. Bisa atas nama apapun: cinta dan kesetiaan, kejahatan yang membunuh kebaikan, kebaikan yang membunuh kejahatan, kebaikan yang membunuh kebaikan ataupun kejahatan yang membunuh kejahatan. Manusia selalu memiliki cara untuk mempertahankan rasnya, keturunannya, termasuk keluarga dekatnya, dengan cara apapun. 

Inilah kisah perjalanan hidup Tentra, Sisca dan sekumpulan perempuan (66 orang) yang dipimpin Cecillia Pacitani. Sebagian perempuan itu bekerja di dunia malam yang dipenuhi asap rokok, alkohol, ecstacy dan gemerincing uang. Dunia yang ternyata terhubung satu sama lain dalam sistem tersembunyi, dari satu diskotik ke diskotik lain, dari satu gadis ke gadis lain. 

Dalam novel ini terjadi perdebatan pemikiran para ikhwan yang dipimpin Ustad Noval (garis keras), Ustad Tarya (moderat), Ustad Agung (humanis) dan lain-lainnya. Inti perdebatan termasuk posisi perempuan dalam menghadapi dunia arsitektur Indonesia yang dibentuk dari Lingga-Yoni. Lingga-Yoni jadi lambang yang paling menonjol di Indonesia, terutama dalam bentuk Monumen Nasional. 

Tentra berada bersama barisan ikhwan ini, dalam posisi seorang mahasiswa Universitas Depok. Ia meminta izin Ustad Tarya untuk memasuki dunia malam, kehidupan yang dicerca oleh kalangan ikhwan garis keras. Tentra menyelidiki kematian Hendaru, pengikut Ustad Noval, di Diskotik Kurva oleh para preman pimpinan Novib. Perjalanan itu membawa Tentra pada kisah yang sudah berusia berabad-abad, bahkan sejak manusia pertama, Adam. Tentra meneruskan penyelidikannya setelah lulus kuliah, lalu bekerja sebagai analis di perusahaan minyak.  

Cecillia ditugaskan tetuanya dari Kaum Samun untuk mencari 65 gadis-gadis Selatan yang merupakan keturunan kelima Yang Mulia Dombu. Mereka dititahkan untuk membunuh 666 orang laki-laki dalam waktu 66 kali purnama penuh (5 tahun, 5 bulan). Jenis laki-laki yang dibunuh itu adalah manusia-manusia yang bersentuhan dengan kejahatan, berada pada lapisan atas, dengan beragam posisi kemasyuran duniawi. Tugas gadis-gadis Selatan adalah membalikkan keseimbangan hidup manusia, dengan cara menarik lagi kehidupan moderen kepada kehidupan yang dekat dengan alam. 

Mereka menguasai teknis-teknis membunuh tanpa jejak yang dipelajari dari kertas-kertas merang yang ditinggalkan Yang Mulia Dombu di dalam sebuah goa di Garut Selatan, selain memang memiliki bakat alamiah dari tanda-tanda lahir. 

Perkumpulan yang dipimpin Cecillia Pacitani didirikan oleh Yang Mulia Dombu. Silsilah awalnya terhubung dengan Iklima, anak Adam yang mencintai Habil. Namun, Habil dibunuh oleh kakaknya, Qabil, guna merebut Iklima, kembarannya. Iklima menyerahkan tubuhnya kepada Qabil, tetapi cintanya tetap kepada Habil yang sudah tiada. Sosok Labuda, kembaran Habil, disiratkan dalam novel ini juga menikah dengan Qabil dengan jiwa kosong. 

Dombu adalah suami Yang Mulia Kelela dan Yang Mulia Merpasi. Merpasi adalah kakak Kelela yang dinikahi Dombu, karena rahim Kelela kering, setelah Macana – suami Merpasi – hanyut dibawa banjir ke laut Selatan. Merpasi dan Kelela adalah anak perempuan Kumbana dan Kupuni, keluarga Kaum Samun yang hidup di tengah hutan Garut Selatan.  

Dombu melarikan diri ke Garut Selatan, pada akhir perang Diponegoro, setelah berlayar dari Pacitan, melewati Cilacap. Ia merupakan keturunan langsung Setyo Karsono, tangan kanan Sentot Alibasyah. Nama asli Dombu adalah William van Meyer. Ibunya, Elizabeth, adalah putri pengusaha Belanda yang berasal dari kaum Boer, Afrika Selatan. William berganti nama setelah menikah dengan Kaum Samun di tengah cahaya purnama. William lahir di atas kapal dalam perjalanan dari Batavia ke Cape Town. Ibunya mati ketika melahirkan.  

Setiap kali membunuh, kaum perempuan itu selalu meletakkan Bunga Sedap Malam sebagai tanda kematian. Mereka tersebar di seluruh Indonesia, dengan beragam profesi. Usia mereka masih sangat muda, antara 17 sampai 23 tahun. Mereka memiliki kemampuan yang tak biasa, serta terhubung dengan dunia gaib yang dikendalikan oleh Nyi Roro Kidul, Ratu Pantai Selatan. 

Novel ini menjelajahi dunia aktivis, kampus, kehidupan malam, termasuk penggunaan narkoba, permainan judi dan seks bebas yang terjadi di kalangan orang-orang kaya dan berkuasa. Kehidupan yang lahir akibat pernikahan diam-diam, selingkuh, keluarga yang tidak harmonis, dendam atau cinta yang penuh kepura-puraan. Orang-orang yang berada di puncak kesuksesan duniawi, namun terjebak dalam sistem nilai yang mereka buat sendiri, diluar yang sudah digariskan oleh norma-norma resmi, termasuk agama. 

Novel ini bercerita tentang rahasia hidup masing-masing tokoh, di tengah persaingan politik, bisnis dan kekuasaan kontemporer, pada awal abad 21. Kehidupan yang memberi celah abu-abu bagi manusia untuk tak terikat lagi dalam nilai-nilai dasar keluarga yang selalu mereka katakan. Inilah novel yang tak terucap dibalik yang terucap, kehidupan yang tak tampak dari yang tampak. 

Kehidupan yang justru memberi warna terkuat dibalik setiap pengambilan keputusan. Kehidupan dibalik topeng yang dipanggungkan dan disiarkan. Kehidupan yang mewarisi dendam masa lalu.

Novel ini membongkar struktur bangunan atau lambang-lambang mitologis yang dibuat di Indonesia yang kuat unsur perempuannya. Tokoh yang paling mempengaruhi anak-anak malam dan tokoh-tokoh penting di Indonesia (termasuk Ir Soekarno) juga masuk dalam naskah ini, yakni Nyi Roro Kidul. Ia menjadi pengendali dari kelompok pembunuh yang dipimpin Cecillia, lewat jalur mistik. Ia memiliki Istana di bawah permukaan laut. 

Novel ini menyimpan rahasia cinta segiempat antara satu orang perempuan dengan tiga orang laki-laki kembar...


Tokoh-tokoh:

Cecillia Pacitani: Berprofesi sebagai mami. Ia mengembalai sejumlah perempuan malam, termasuk Uleta. Dibalik itu, ia mendapat tugas dari Yang Mulia Dombu dan para tetua untuk menjalankan sebuah misi: mengepalai 65 orang perempuan pembunuh Kaum Samun dari keturunan kelima Yang Mulia Dombu-Merpasi. Ia menyimpan rahasia hidup yang hanya ia sampaikan kepada Uleta dan Rabita Kisarana.  

Hendaru: Ksatria yang lebih banyak muncul menaiki Kuda Sembrani dalam mimpi Uleta. Semula, ia dilatih keberanian, ketahanan dan disiplin oleh Ustad Noval di pulau kosong Pantai Selatan. Ia mati pada malam serangan ke Diskotik Kurva. Ia begitu mencintai ibunya, Uleta dan adik perempuannya yang masih kecil. Sebaliknya, ia membenci kaumnya sendiri, laki-laki, sebagai penyebab dari dunia yang tidak ideal yang merendahkan martabat perempuan. 

Cheng Kok: Pemilik Diskotik Kurva. Ia menyimpan kisah pernikahan dengan perempuan pribumi. Kokoh menempuh hidup sebagai China Benteng yang miskin, menyembunyikan keluarganya. Ia mendirikan Diskotik Kurva sebagai cara untuk bertahan hidup bersama anak-anaknya. Sosok yang berada di belakang layar kehidupan dari kisah dalam novel ini. 

Sangkurun Ngajungu: Seorang polisi berpangkat Komisaris Besar yang bekerja di Badan Narkotika Nsional (BNN). Ia kekasih Rabita Kisarana, mami yang menggantikan Cecillia di Diskotik Kurva. Ia berasal dari suku Ngaju, Dayak. Kakeknya pernah terlibat dalam konflik etnis di Kalbar, bunuh diri ke Sungai Kahayan, masuk mulut buaya. Sangkurun bisa memanggil Panglima Kumbang dan Panglima Burung untuk membantunya dalam tugas mengejar gadis-gadis Selatan. 

Sisca: Istri Ustad Tarya. Pernah sebangku dengan Tentra di SMA. Ia berpindah sekolah ke Medan, mengikuti ayahnya yang menjadi anggota TNI. Satu dosa dia lakukan, memperlihatkan tahi lalat di pahanya kepada Tentra. Ia terus terikat dengan Tentra, dalam doa setiap malam dan i’tikaf. Perempuan taat yang tak bisa melupakan teman sebangkunya. Ia melahirkan dua anak laki-laki.  

Tentra: Penulis. Ikhwan moderat sejak di kampus yang tidak berani mencintai perempuan, akibat kepergian sosok-sosok perempuan yang dekat dengannya di bangku sekolah. Ia belajar dari alam. Ia masuk ke dunia malam untuk mengetahui jejak pembunuhan Hendaru di Diskotik Kurva. Di luar itu, ia berhubungan dengan Ustad Tarya, suami dari perempuan yang pernah meninggalkannya di bangku sekolah, Sisca. Perjalanan itu  membawanya dekat dengan Cecillia, Uleta, Anonina dan lain-lain. 

Uleta Garuti: Perempuan malam. Ia jadi anak angkat di usia 5 tahun. Ia kelaparan sejak kecil. Trauma menjelang dewasa terus memburunya. Hendaru, anak ibu angkatnya, dibunuh di Diskotik Kurva oleh preman bayaran, pada malam Uleta ulang tahun ke-15. Ia bertekad membalas dendam, menyingkirkan jenis laki-laki yang membuat Hendaru terbunuh, kakak angkat sekaligus cinta pertamanya. Ia melacak jejak pembunuh Hendaru.  

Umangi Siberuti: Gadis Mentawai yang hidup dalam bayang-bayang Tentra. Ia mengaku sebagai adik Tentra, akibat ibu kandungnya menemukan kelapa yang dililit ari-ari Tentra yang dihanyutkan ketika lahir. Umangi bekerja di lingkungan Istana Negara sebagai pengawal Ibu Negara, terlatih sebagai intel perempuan lulusan Akademi Kepolisian.  

Indra Jaya Piliang, S.Si, M.Si
×
Berita Terbaru Update