Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dikepung Delapan Penjuru Angin

23 Maret 2014 | 23.3.14 WIB Last Updated 2014-03-23T14:59:51Z




Benar-benar hidup musti dengan idealisme. Hidup dengan idealisme ukuran suksesnya bukanlah materi finansial, melainkan suksesnya perjuangan yang di usung. Idealisme terkadang bertolak belakang dengan prinsip ekonomi.

Di zaman kini, seorang jurnalis susah mempertahankan idealismenya bersebab bentrok kepentingan terlalu banyak disana. Penyesuain dan modifikasi idealisme mutlak diperlukan agar dapur tetap mengepul. Saya berani bertaruh mempertahankan pendapat saya ini. Memodifikasi bukan berarti menghilangkan bentuk dan fungsi.

Saya pernah kenal seorang kawan yang kalem, bicara dengan kalimat tertata, apalagi jika mengucapkan tentang pandangan politiknya yang haluan keras. Sekarang dia tinggal di luarnegeri. Sesekali kami acap juga komunikasi via Skype, BBM, maupun dalam obrolan fesbuk.

Dia pernah berkata bahwa rakyat Indonesia dan pemimpinnya tidak punya salah apa-apa terhadap ekonomi Indonesia yang tidak masuk akal dengan kekayaan alam melimpah namun masyarakatnya dominan hidup berkesusahan. Ia menyimpulkan kesalahan negara kita ada pada sistemnya yang sudah dianggap mengadat dan mengakar yang tidak mungkin dapat diubah dalam jangka waktu dekat.

"Indonesia itu sekarang ibarat betung (bambu yang keras), tidak mungkin bisa di patuh. Disaat Indonesia rebung (anak batang bambu yang masih lunak), dia tumbuh ke arah yang salah," kata dia suatu saat yang selalu saya ingat dan induk menungkan.

Saya selalu setuju dengan analisa politiknya. Dia menguraikannya dengan singkat dan di analogiskan sebagaimana kebiasaan orang minang bersajak kata.

"Coba kamu pikir, perhatikan seluruh calon pemimpin yang sekarang yang di folowup media nasional. Mereka palsu. Dibelakang mereka berdiri kokoh sindikat konglomerat yang siap mendanai mereka untuk dijadikan RI-1. Itulah dilemanya. Politik balas jasa dikelak hari akan megorbankan kepentingan jutaan penduduk Indonesia demi kepentingan bisnis Konglomerat tersebut," tulisnya tadi pagi via BBM kepada saya.

"Mereka juga mendanai para Caleg DPR RI demi kepentingan mereka. Negara kita sudah dikepung delapan penjuru angin oleh sindikat konglomerat tersebut. Orang kaya-raya tersebut pengkhianat sejati. Uangnya mereka oper ke Singapura. Mereka perkuat ekonomi Singapura. Pemimpin kita sadar lho tentang hal itu," lanjut dia.

Apa yang dia katakan memang banyak yang saya amini. Dia juga pernah mengatakan bahwa Bung Hatta lebih galau saat Indonesia merdeka dibanding saat memperjuangkannya.

"Bung Hatta tidak menyangka setelah Indonesia merdeka para sahabat seperjuangannya berlomba-lomba mengejar kekuasaan dibanding berlomba-lomba memikirkan cara mensejahterakan rakyat Indonesia," tulisnya mengakhiri BBM hari ini.

Catatan Oyong Liza Piliang
×
Berita Terbaru Update