Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Inilah Alasannya PDIP Calonkan Jokowi Di Pilpres 2014

22 Maret 2013 | 22.3.13 WIB Last Updated 2013-03-22T12:50:37Z



Kamis pagi, 6Maret 2013, saya menghubungi Komarudin Watubun. Ia salah satu Ketua Organisasi dan Hubungan Pemerintahan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sosok kelahiran 1968 ini,juga Wakil Ketua DPR Papua.Dari beberapa kali berdiskusi dengannya,harapan menggerakkan perubahan kembali berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, berkepribadian di bidang budaya, Trisakti Bung Karno, meninggi.

Masih di ingatan saya bagaimana tegasnya Komarmenandatangani berkas Jokowi ketika hendak dibawa mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI. Komar meneken pencalonan Jokowi ketikaCagub DKI tempo hari.Maka pagi Kamiskemarin itu, saya “provokasi” Komar.

Kapan PDIP berani mengatakan kepada publik begini: Saudara-saudara sebangsa setanah air, menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 sudah diambang pintu, kami tegaskan akan melakukan alih generasi kepemimpinan dengan kader muda terbaikdi rentangusia kelahiran tahun 60-an. Merekalayak memimpin Indonesia baru; Indonesiaberdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkeribadian di bidang budaya. Oleh karena itu, kepada segenap warga bangsa, kami mengharapkan agar di sisa Pemilukada di berbagai daerah hingga 2014, menangkanlahkader-kader terbaik kami. Peralihan generasi pemimpin keniscayaan.

Kalimat itu tentu akan afdol diucapkan oleh Megawati Soekarno Putri. Saya mengistilahkan sebagai pidato booster perubahan.

Dasar saran booster itu,latar bahwa hingga kini rating Jokowi, Gubernur DKI, dari berbagai riset, menunjukkan angka di atas 20, sebagai calon presiden unggulan.Tanpa menyebutkan nama Jokowi, yang kelahiran 1961, sebagai Capres, pidato itu telah mengarahkan sasar.Publik paham. Masyarakat pun dibanggkitkan harapan barunya: kembali ke premis berbangsa bernegara jernih dari Bung Karno.
Sayang hal itu jadi wacana saya saja.Kalimat seharusnya menjadi power untuk bisa memenangkan Pilkada di Sumut,berlanjut nanti di Jateng, Bali, Maluku, setelah kalah di Jabar.Dan hingga detikpemilihan di Sumut, harapan tinggal harapan. Di siang hari Kamis kemarin itu, kita mendengar kekalahan lagi PDIP di Sumut.

Di Jabar, ada Rieke Dyah Pitaloka dan Teten Masduki. Dari awal saya menyimak Rike-Teten, tidak memiliki kelebihan signifikan bagaikan Jokowi. Ibarat di dunia film, Rieke-Teten sebagai bahan, ia tidak sekaliber film 35 mm. Mereka hanyalah kelas filmformat digital. Tak ada ingatan tajam publik lagi terhadap Oneng. Tak ada kata-kata Rieke buah bibir publik. Tak ada kegembiraan bersalaman tangan wargabergairah bak menemui Jokowi.Terhadap Teten juga demikian. Walaupun sosoknya aktif di gerakan anti korupsi, tetapi, anggapan miring terhadap berbagai gerakan lembaga swadaya masyarakat kini, membuat Teten saya anggap tidak mendongkrak Rieke.

Lalu pidato booster perubahanitu tak kunjung ada. Padahal saran mem-booster tadi,  saya anggap pasword menuju kemenangan.

Pada kasus Sumut. Effendi Simbolon-Jumiran Abdi.Simbolon seusia saya. Kami sama-sama alumni SMA3 Jakarta. Persinggungandekat saya, ketika secara kebetulan berkesempatan menemani Jokowi ke KPUD DKI tempo hari. Simbolon yang anggota Komisi VII DPR RI, selama ini terkesan “merak”. Iake mana-mana di Jakarta dikawal foreder. Sedangkan Jumiran, tidak saya kenal. Namun putra Jumiran, Aulia Andri, mantan wartawan detik.com, sudah sejak lama berkomunikasi dengannya. Auliakini menjadi dosen di Medan. Saya paham bagaimana Jumiran ayah Aulia dekat dengan mereka keturunan Jawa di Sumut.

Untuk mereka berdua, saya menempatkan sama dengan Rieke dan Teten.Mereka berduasejatinya membutuhkan booster pidato perubahan Megawati sebagaimana saran kepada Komar. Lalu Kamis siang kita punmendengar Simbolon-Jumiran kalah.

Dugaan kekalahan berikutnya akan dialami PDIP, Jawa Tengah.Ganjar Pranowo saya anggap juga tak memiliki greget untuk dipilih, selain sebagai lelaki sosok tinggi dan wajah cakapnya disukaikalangan ibu-ibu muda. Belum ada sikap keberpihakan Ganjar signifikan di Jateng. Sementara yang dihadapi lawan incumbent Bibit Waluyo.

Bukan rahasia di banyak Pilkada, sejatinya hanya tiga tiket saja.Yakni; Curang, Aparat, dan Uang.Ganjar akan kesulitan menghadapi incumbent. Juga calon lain yang lebih memiliki basis di daerah.Lagi-lagi, Jateng membutuhkan booster pidato komitmen PDIP Pusat sebagaimana saran kepada Komarudin.
Sebaliknya, yang dilakukan oleh PDIP Pusat terhadap calon-calon mereka di daerah selama inimenurunkan Jokowi berkampanye. 

Warga akhirnya hanya mendapatkan marwah gairah berfoto dengan Jokowi. Bukan ruh kemuliaan calon-calon mereka di daerah itu. Sang calonPDIP tidak adasesignifikan Jokowi pamornya. Maka kuat dugaan saya, di Jateng kelak, jika tak ada pidato booster perubahan itu, maka PDIP akan mengalami kekalahan lagi.

Bali agaknya juga akan mengalami nasib sama. Kendati sosok yang dimajukan Puspayoga, dari kalangan intelektual dan budayawan, namun lawan lagi-lagi incumbent, Mangku Pastika. Walaupun PDIPmemiliki basis kuat di Bali, dan Megawati adalah Bali, tidak menjamin Puspayoga mulus merebut Bali-1. Dan kalau pula Jokowi nanti ikut berkampnye ke Bali, akhirnya hanyalah melakukan repetisimenggergaji angin, men-down-grade pamor Jokowi saja.

Singkatnya bila paparan sayatersebut kian terbukti, maka PDIP telah kufur nikmat.PDIP tidak memanfaatkan aset sebagai mana mestinya, yaknitampil pionir menyampikan kepada publik peralihan generasi pemimpin. Toh mereka punya Jokowi. Dan keinginan publik  alih generasi  itu sebuah fakta nyata yang sulit ditawar kini.

Sulit menjawab mengapa booster pidato perubahan itu tak kunjung mereka lakukan? Dugaan saya di dalam PDIP sendiri banyak oknum penjilat di sekeliling Megawati dan Taufik Kiemas. Sosok-sosok independen dan kredibel seperti Komarudin, bukan pula berasal dari jawa. Komar pria kelahiran Kei, Tual, Maluku Tenggara,dibesarkan di Ranah Papua.

Kalau sudah begitu, maka hampalah harapanbagi perubahan Indonesia baru. Padahal semula saya dan banyak orang berharap banyak ke PDIP.

Iwan Piliang, Capres Re-Install Indonesia; memuliakan ketulusan, menempatkan keinsanan di atas kebendaan.
×
Berita Terbaru Update