Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

[Interpretative] Genius ingin mengembalikan sejarah Pariaman sebagai kota Pelabuhan

14 Mei 2021 | 14.5.21 WIB Last Updated 2021-05-14T07:11:00Z

Walikota Pariaman Dr. H. Genius Umar, S.Sos, M.Si. Foto: istimewa

Pariaman - Bagaimana jika Pariaman memiliki perlabuhan klasifikasi Pelabuhan Pengumpan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri - alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas - sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan provinsi. Gagasan besar tersebut sudah diutarakan Walikota Pariaman, Genius Umar sejak 2019 lalu dan mulai melakukan studi kelayakan.

"Kemarin juga sudah kita sampaikan langsung kepada Bapak Wapres (Ma'ruf Amin saat meresmikan Pasar Rakyat Pariaman)," kata Genius Umar di rumah dinasnya, Kamis (13/5/2021).

Itu cita-cita besar Genius Umar yang hingga saat ini masih diperjuangkannya. Menurut Genius, Pariaman memenuhi syarat dibangunnya Pelabuhan Pengumpan dengan potensi tiga lokasi yang salah satunya bisa dijadikan. Yakni Muaro Sunur, Muaro Mangguang dan Muaro Pariaman. Jika didalami, ide Genius ini benar-benar jenius sekaligus tantangan besar bagi dirinya.

Menurut sejarah, Pariaman dahulu kala pernah menjadi kota pelabuhan terpenting di pantai Barat Sumatera. Menurut sejarah pula, sebelumnya ada sebuah pulau yang kini disebut Karang Randah - letaknya persis di antara Pantai Gandoriah dan Pulau Angsoduo - yang jika pasang surut akan terlihat sangat dangkal dan ombak kecil memecah di sana.

Kini pulau itu telah mati menyisakan gugusan karang luas yang bisa dilihat saat pasang laut surut. Mengenai matinya pulau itu, hingga saat ini masih jadi bahan perdebatan sejarawan. Ada yang bilang karena tsunami lebih dari tiga ratus tahun yang lalu, dan ada pula yang bilang karena proses alami sebagai mana matinya ribuan pulau lainnya di dunia karena tenggelam.

Meski belum ada rujukan sejarah tertulis, dikisahkan turun temurun Karang Randah sebuah pulau yang besarnya tiga kali luas Pulau Angsoduo. Karena keberadaannya itulah maka Pariaman secara alami membentuk sebuah teluk yang sempurna menjadikan Pariaman kota dermaga yang melahirkan banyak tokoh-tokoh pelaut.

Sejarah kota bandar Pirjaman - Pariaman dalam sebutan Portugis

Banyak kalangan sejarawan sepakat bahwa dulunya Pariaman merupakan kota bandar tempat pusatnya perdagangan. Bahkan konon di pelabuhan ini pula berlabuh kapal-kapal dari Portugis, Tiongkok dan berbagai negara Timur Tengah pada abad ke-14 - merujuk pada catatan tertulis pencatat Kerajaan Portugis, Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental.

Suma Oriental que trata do Mar Roxo até aos Chins atau Ikhtisar Wilayah Timur, dari Laut Merah hingga Negeri Cina,  adalah kompendium (summa) yang ditulis oleh Tomé Pires pada tahun 1512-1515, berisi informasi tentang kehidupan di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara pada abad ke-16.

Naskah ini sebenarnya merupakan laporan resmi yang ditulis Tomé Pires kepada Raja Emanuel tentang potensi peluang ekonomi di wilayah yang baru dikenal oleh Portugis saat itu sehingga tidak pernah diterbitkan.

Buku ini terdiri dari enam jilid, dua jilid pertama berisi informasi tentang wilayah antara Mesir dan Malabar, dan sisanya berisi informasi tentang wilayah Bengali, Indocina, Malaysia, Indonesia, Cina, dan Jepang. Tentang Indonesia, Suma Oriental memuat informasi terutama tentang Pulau Jawa dan Pulau Sumatra.

Setelah sempat menghilang berabad-abad, pada tahun 1944, Armando Z. Cortesão menerbitkan terjemahan Suma Oriental ke dalam bahasa Inggris, berdasarkan versi salinannya yang ditemukan di Perpustakaan Chambre des Deputes di Paris.

Deskripsi atau laporan Suma Oriental, kekayaan dan kepadatan penduduk Pulau Sumatra (Camotora) dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya, dijelaskan sepanjang jalan, mulai dari Gamispola di sepanjang bandar dengan mengitari Pamchur kembali ke Gamispola.

Tome Pires memberi tahu jumlah kerajaan di Sumatera dan barang apa saja yang diperdagangkan saat itu. Mulai dari Gamispola ada kerajaan Aceh (Achei) dan Biar Lambry, kerajaan Pedir, kerajaan Pirada, kerajaan Pasai (Paçee), kerajaan Bata, kerajaan Aru, kerajaan Arcat, kerajaan Rupat, kerajaan Siak (Ciac), kerajaan Kampar (Campar), kerajaan Tongkal (Tuncall), kerajaan Indragiri (Amdargery), kerajaan Capocam, kerajaan Trimtall.

Lalu kerajaan Jambi, kerajaan Palembang (Palimbão), tanah Sekampung (Çaçanpom), Tulang Bawang (Tulimbavam), Andalas (Andallos), Pariaman (Pirjaman), Tiku (Tiquo), Panchur, Barus (Baruez), Singkil (Chinqele), Meulaboh (Mancopa), Daya, Pirim.

Dan dari Siak ke Jambi, dan dari Pariaman ke Panchur di sisi lain, adalah tanah Minangkabau (Menamcabo), yang memiliki tiga raja. Selanjutnya di pedalaman pulau ada danau di negeri Minangkabau.

Tome Pires  mendiskripsikan Sumatra memiliki emas dalam kuantitas besar, kapur barus, lada, sutra, asam kemenyan, gaharu. Sumatera memiliki madu, lilin, pitch, sulfur, kapas, rotan dan membuat tikar dan sabut atau esparto yang berfungsi sebagai tali sebagai alat pengikat.

Di pulau Sumatra, tulis Tome Pires, sebagian besar raja adalah bangsa Moor dan beberapa penyembah berhala; dan di negeri penyembah berhala beberapa orang melakukan kebiasaan memakan musuh mereka ketika mereka menangkapnya. Raja-raja di sisi bandar dari Aceh ke Palembang adalah bangsa Moor, dan dari Palembang mengitari Gamispola kebanyakan penyembah berhala, dan orang-orang dari pedalaman dan yang tinggal di pedalaman juga penyembah berhala.

Di Sumatera bagian timur ia mencatat dengan sangat detil semua potensi pulau saat melewati Selat Malaka, Temasek (Singapura). Sedangkan di wilayah barat Sumatera ia mencatat terdapat sejumlah pelabuhan domestik di Aceh dan Sumatera Tengah yang bagian tengah-utara dikuasai Kerajaan Barus.

Dari Kerajaan Barus bisa ditarik tegas tentang eksistensi Pariaman. Kesultanan Barus didirikan oleh Sultan Ibrahimsyah bin Tuanku Sultan Muhammadsyah dari Tarusan, Pesisir Selatan, tanah Minangkabau. Kepergian Sultan Ibrahimsyah (Ibrahim) ke Barus setelah ia berseteru dengan keluarganya di Tarusan. Ia pergi menyusuri pantai barat Sumatra hingga tiba di Batang Toru.

Kesultanan Barus merupakan kerajaan Islam yang terletak di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Kesultanan Barus lebih bersifat demokratis seperti halnya nagari-nagari di Minangkabau, dengan "balai" sebagai tempat permusyawaratan dan mufakat.

Pada abad ke-14, Kesultanan Barus merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Pagaruyung, bersama Tiku dan Pariaman, yang menjadi tempat keluar masuk perdagangan di Pulau Sumatra. Tahun 1524, Barus jatuh di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh lalu juga menjadi kekuasaan kerajaan Minangkabau (Pagaruyung).

Posisi kesultanan ini kemudian menjadi vasal (jalinan monarki) Aceh hingga tahun 1668. Selama pendudukan Aceh banyak penduduk Barus yang sebelumnya penyembah berhala menjadi muslim. Saat itu Pariaman bagian dari Kesultanan Aceh, sedangkan Pariaman wilayah tengah kini disebut Kayu Tanam, Sicincin masuk wilayah Pagaruyung.

Sejak kehadiran VOC pada tahun 1668, Belanda menghasut dan terjadi perpecahan atas monopoli Aceh di Barus. Pada abad ke-19, Barus berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda dan menjadi bagian propinsi Sumatra's Weskust yang berpusat di Padangpariaman.

Mengembalikan Pariaman jadi kota pelabuhan

Mengembalikan pelabuhan di Pariaman membutuhkan dana besar yang tidak akan tertampung di APBD Kota Pariaman. Karena itu menurut Genius, perlu dukungan anggaran dari pemerintah pusat.

Untuk pembangunan sebuah dermaga di Pariaman diperlukan sejumlah kajian dan dampak pada pola lingkungan pesisir. Perencanaan disain dan struktur bangunan pelabuhan sangat kompleks. Tujuan akhir dari hasil disain dan struktur bangunan yang tepat adalah bagaimana membuat areal pelabuhan laut berfungsi optimal, aman bagi kapal dan kuat terhadap kondisi perairan yang dinamis.

Berfungsi optimal berarti bahwa hasil disain yang dibuat memiliki layout yang efektif dan efisien untuk keluar masuk kapal, bongkar muat kapal di dermaga, area lego jangkar yang terlindung dan lain sebagainya dimana optimasi yang dilakukan telah mempertimbangkan pengaruh dari gangguan gelombang dan sirkulasi arus laut.

Aman bagi kapal memiliki arti bahwa gelombang yang ditimbulkan oleh keluar masuknya kapal tidak menimbulkan gangguan keamanan dari efek refleksi, refraksi dan resonansi gelombang. Selain itu, aman pula terhadap gangguan fenomena gelombang, sedimentasi (pendangkalan) dan sirkulasi arus yang terbentuk dari struktur pelabuhan.

Struktur bangungan juga harus kuat dari gelombang, arus, suhu dan salinitas laut sehingga struktur bangunannya dapat bertahan lama.

Berbagai kajian mendalam harus dilakukan meliputi pola penyebaran sedimentasi, pola sirkulasi arus, tinggi muka laut, perencanaan pengerukan dasar perairan, perubahan garis pantai dan yang terpenting adalah kajian mengenai identifikasi fenomena-fenomena gelombang dengan berbagai parameternya.

Sasaran pelabuhan Pariaman

Jika ini terwujud, jelas akan berdampak besar pada perkembangan Pariaman ke depannya. Baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi kepariwisataan.

Dari sisi ekonomi, akses perdagangan antar pulau akan terbuka. Berbagai komoditi asal Pariaman dapat diangkut ke sejumlah pulau yang memiliki pangsa pasar besar seperti Mentawai, Nias, Sinabang dan sebaliknya.

Begitu juga pada sisi kepariwisataan. Kita tahu bahwa Mentawai merupakan destinasi Asia untuk wisata bahari khususnya surving. Olahraga selancar ombak di Mentawai adalah yang terbaik di Asia dan nomor dua di dunia setelah Honolulu. Namun dari sisi variasi ombak, Mentawai nomor satu di dunia.

Genius tampaknya akan membidik potensi tersebut. Tidak hanya menyediakan kapal angkutan ke Mentawai, potensinya juga meliputi sindikasi destinasi karena Pariaman juga memiliki potensi wisata bahari, khususnya scuba diving di halaman Pulau Kosong yang diminati bule kalangan menengah - atas.

Dengan memanfaatkan Pariaman sebagai kota persinggahan bagi wisatawan surving, secara tidak langsung akan mendongkrak pariwisata Pariaman. Genius tinggal mengemas tema wisata Pariaman yang akan disuguhkan bagi wisatawan asing yang tentunya selaras dengan adat dan budaya masyarakat Pariaman.

Wisatawan asing sangat menyukai kebudayaan ketimuran, kuliner dan ritus-ritus. Hal itu akan dijawab Pariaman dengan menyuguhkan berbagai tradisi/kesenian lokal yang dimilikinya - yang saat ini mulai dibangkitkan oleh Genius Umar. (OLP)

×
Berita Terbaru Update