Saya menyadari betul
beda perjuangan dan mimpi, karena jarang orang yang bisa mengendalikan
mimpi mereka dan di saat dekat dengan matahari mimpi pun meleleh.
Pariaman - Dukungan arus bawah terus menguat kepada pasangan nomor urut 2 Tri Suryadi - Taslim di Pilkada Padangpariaman. Berbagai posko pemenangan didirikan secara mandiri oleh barisan pendukungnya di berbagai lokasi strategis di Padangpariaman tanpa sepengetahuan Tri Suryadi-Taslim, bahkan oleh tim pemenangan resminya yang didaftarkan ke KPU Padangpariaman. Posko tersebut juga didanai secara mandiri dan patungan oleh para simpatisan dan pendukungnya tersebut.
Dukungan organik yang mengakar dari bawah itu tentu perlu menjadi kajian karena fenomena tersebut terbilang langka di tengah mulai tekikisnya kepercayaan masyarakat terhadap kalangan politisi.
Selain itu, Fenomena Wali Feri - karib Tri Suryadi disapa - di Pilkada Padangpariaman juga kerapkali jadi bahan diskusi parsial kalangan elite politik. Baik kalangan elite partai pengusungnya, maupun bagi mereka yang terikat secara politik mesti mendukung calon lain karena merupakan kader partai yang secara moralitas mesti mendukung lawan politik Wali Feri.
Jika kita menelusuri riwayat Wali Feri, fenomena tersebut bisa kita maklumi karena Wali Feri berbeda latar belakang dari kalangan politisi yang sering kita temui saat ini. Ia sudah fenomenal sejak lama, namun masih dalam ruang lingkup yang terbatas.
Kebanyakan politisi mengawali karir politiknya dari berbagai latar seperti organisasi kemasyarakatan, organisasi pergerakan, organisasi religius, mengikuti jejak orang tua hingga pengusaha mapan yang terjun ke dunia politik. Latar belakang itu sedikit banyaknya akan mempengaruhi politisi tersebut jika ia mengemban amanah jabatan suatu saat nanti.
Wali Feri adalah kebalikan dari semua hal di atas. Ia antitesa kalangan tersebut. Ia bukan anak seorang politisi, bukan pengusaha mapan, apalagi kader militan sebuah organisasi. Ia hanya orang yang menyerap suara-suara masyarakat. Orang yang selalu bersemangat ingin membatu orang lain.
Jika kita tengok ke belakang, Wali Feri tak ubahnya anak muda Padangpariaman pada umumnya. Setelah menamatkan kuliah, ia merantau. Lalu pulang kampung dengan alasan kuat.
"Saya pulang ke Padangpariaman tahun 2006 karena tidak ada lagi yang menemani Ibu di kampung. Semua adik dan kakak sudah berkeluarga dan semuanya berdomisili di rantau," ujar alumni SMA Negeri 2 Pariaman itu kepada media beberapa bulan lalu.
Keputusan pulang ke kampung halaman bukan karena ia gagal di perantauan. Justru sebaliknya. Pria kelahiran 31 Juli 1973 ini pulang kampung saat usahanya mulai berkembang di kota Medan. Keputusan pulang kampung demi Ibunya, janda seorang purnawirawan polisi.
Ia bahkan masih bujangan saat itu dan baru menikah setahun kemudian (2007) dengan perempuan pengertian bernama Ernida Puspita. Istrinya seorang pegawai negeri di Pemko Pariaman. Mereka dikaruniai dua orang anak dan tetap hidup sederhana di nagari Pilubang hingga kini.
Ia dekat dengan ibunya dan tidak ingin wanita yang telah mengandung dan melahirkannya ke dunia tersebut di masa tuanya kesepian karena merasa jauh dari anak-anaknya. Sejak saat itu, Wali Feri tak merantau lagi.
Tak lama di kampung, pemuda Korong Kubu Pinjauan Nagari Pilubang di kecamatan Sungai Limau mengangkatnya jadi ketua pemuda. Usai menjabat ketua pemuda, ia kembali mendapat kepercayaan masyarakat menjabat walikorong Pinjauan dan selanjutnya diminta maju mencalonkan diri menjadi Walinagari Pilubang. Beberapa tokoh masyarakat lainnya pun ikut mencalonkan diri saat itu.
Ia menang telak melawan walinagari petahana dengan perolehan suara yang sangat mencengangkan lawan-lawannya pada 2010. Namun memimpin di saat nagari dalam keadaan luluh lantak akibat gempa 7,9 SR 2009 bukan perkara mudah. Di sinilah kapasitasnya sebagai seorang pemimpin diuji. Di situlah ia ditempa dan diasah hingga menjadi sosok Wali Feri seperti yang dikenal khalayak saat ini.
Melewati masa pemulihan akibat gempa 2009 dan Nagari Pilubang telah kembali membenahi diri, ia diminta masyarakatnya maju mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Padangpariaman. Masyarakat berpendapat dengan Wali Feri di DPRD akan menguntungkan bagi nagari mendapatkan anggaran pembangunan. Saat itu belum ada yang namanya dana nagari atau dana desa seperti saat ini. Program dana desa baru diluncurkan sejak 2015. Ia pun mengundurkan diri sebagai walinagari dan maju sebagai calon anggota DPRD Padangpariaman.
Pada Pemilu Legislatif 2014 Wali Feri duduk di DPRD Padangpariaman setelah mengantongi suara cukup signifikan. Benar saja, sejak duduk di DPRD, Wali Feri dikenal sebagai salah satu anggota dewan dari wilayah Padangpariaman Utara yang punya andil besar meloloskan anggaran untuk pembangunan. Tidak saja bagi nagari Pilubang, namun juga bagi wilayah Padangpariaman lainnya yang dinilainya masih minim infrastruktur. Namanya mulai jadi perbincangan masyarakat Padangpariaman dari berbagai daerah pemilihan.
Seiring dengan kiprahnya di DPRD Padangpariaman, nama Wali Feri kian diperhitungkan. Profilnya mulai dibahas. Ia mengemuka menjadi salah seorang tokoh muda Padangpariaman yang diharapkan untuk masa datang.
Selama mengabdi di DPRD Padangpariaman Wali Feri terus menimba ilmu. Baik dari kalangan politisi senior, birokrat senior, lintas organisasi, maupun dari jalur akademik. Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta itu melanjutkan studi magisternya ke Universitas Andalas dan telah diwisuda dan berhak menyandang gelar MSi. Gelar akademiknya dari dua universitas paling terkemuka di Sumatra Barat, bukan dari perguruan tinggi yang suka menerbitkan diploma tanpa kehadiran mahasiswa di kampus.
Pada Pemilu Legislatif 2019 yang serentak dengan Pemilu Presiden, Wali Feri mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatra Barat dari daerah pemilihan kota Pariaman dan Kabupaten Padangpariaman.
Perolehan suaranya kembali mencengangkan publik setelah membuktikan diri sebagai peraih suara terbanyak kedua di daerah pemilihannya tersebut. Ia terpaut sedikit suara dibanding putra sulung Bupati Padangpariaman Ali Mukhni, Muhammad Ikhbal. Perolehan suaranya dan perolehan suara Muhammad Ikhbal memecahkan rekor raihan suara terbanyak sejak dapil itu dipisah dari dapil gabungan kabupaten Agam dan kota Bukittinggi.
Nama Wali Feri sebenarnya sudah lama dilirik oleh tokoh masyarakat sebagai salah satu tokoh muda yang diharapkan memimpin Padangpariaman. Namun karena ia baru menjabat di DPRD Sumbar, para tokoh masih enggan mengutarakan langsung ke Wali Feri.
Mendekati 2020, para tokoh mulai gusar melihat minimya potensi calon pemimpin untuk Padangpariaman. Padangpariaman dihadapkan pada krisis kepemimpinan selepas Ali Mukhni yang telah dua periode memimpin Padangpariaman. Kecemasan yang sama juga dirasakan oleh tokoh Padangpariaman lainnya di perantauan.
Tak mau mengambil risiko terlalu jauh, para tokoh melibatkan Wali Feri diskusi membahas hal tersebut. Mereka memberanikan diri dan meminta Wali Feri maju mencalonkan diri sebagai bupati Padangpariaman tapi tak memaksa Wali Feri memenuhi permintaan tersebut karena risiko maju jadi bupati harus mundur sebagai anggota DPRD Sumbar yang baru tiga bulan ia emban.
"Saya tidak hanya diminta untuk maju, namun menyampaikan kecemasan mereka tentang situasi Padangpariaman selepas Pak Ali Mukhni," kata Wali Feri dalam sejumlah wawancara media.
Mendapati kenyataan tersebut, lama Wali Feri berpikir. Ia tidak mencemaskan jabatannya di DPRD Sumbar, namun merasa sepemikiran dengan apa yang dicemaskan oleh para tokoh tersebut. Wali Feri menyadari betul beda perjuangan dan mimpi, karena jarang orang yang bisa mengendalikan mimpi mereka dan di saat dekat dengan matahari mimpi pun meleleh.
"Jabatan di DPRD adalah wadah perjuangan bagi saya, bukan untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri. Jika untuk kepentingan pribadi saya tidak akan maju mencalon bupati karena gaji di DPRD lebih dari cukup. Sejak saat itu mulailah saya mendengar masukan dari para tokoh lainnya, baik yang di ranah maupun di perantauan," tutur Wali Feri di kesempatan berbeda dengan media.
Setelah diyakinkan oleh berbagai tokoh hingga dari para perantauan, Wali Feri mantap akan mencalonkan diri sebagai bupati. Namun terlebih dahulu ia mesti mengantongi restu dari dua orang perempuan paling dicintainya. Yakni Ibu dan Istrinya. Tanpa restu Ibu dan Istri, ia tidak akan berani melangkah.
"Jika saya mendukung situasi saat ini (krisis kepemimpinan), berarti saya termasuk orang yang jahat. Alhamdulillah Ibu dan Istri merestui saya," kata Wali Feri suatu ketika dengan media.
Mengantongi restu orang tua dan istri, tidak ada lagi keraguan bagi Wali Feri. Ia mulai melakukan sosialisasi ke masyarakat dan berusaha mendapatkan partai pengusung. Singkat kata, ia berhasil mendapatkan empat partai pengusung yang masing-masing partainya memiliki 4 kursi di DPRD Padangpariaman, yakni Demokrat, PKB, Golkar dan PPP.
Menurut Wali Feri, ia tidak pernah melakukan apapun dalam upaya membujuk masyarakat untuk memilihnya. Ia hanya meyampaikan ide dan gagasan yang ada di kepalanya dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat lalu mengerjakannya. Ia hanya menawarkan solusi dalam setiap masalah, karena segala sesuatu dalam hidup pasti memiliki solusi, kecuali kematian.
Kini Wali Feri dan Andah Taslim maju di Pilkada Padangpariaman bersama kompetitornya Suhatri Bur-Rahmang yang diusung koalisi PAN, NasDem, PDIP dan Refrizal-Happy Neldi yang diusung koalisi PKS-Gerindra. (OLP)
Tag Terpopuler
Tak Sekadar Calon Bupati: Apa dan Siapa Wali Feri
Redaksi
6 Oktober 2020 | 6.10.20 WIB
Last Updated
2020-10-06T06:20:11Z