Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Indak Pasak ka Mangguyah

9 November 2015 | 9.11.15 WIB Last Updated 2015-11-09T15:28:32Z



Pariwisata, wisata, kalimat itu acap didengungkan oleh kepala daerah. Baik Kota Pariaman maupun Kabupaten Padangpariaman. Kalimat itu sungguh beralasan bersebab Pariaman (kota dan kabupaten) dianugerahi pesona alam nan indah oleh Sang Pencipta. Pariaman bagaikan lukisan mahakarya di atas kanvas yang dibuat saat Sang Pencipta lagi tersenyum.

Garis pantai yang dimiliki Pariaman memiliki karakteristik tersendiri dibanding pantai barat pesisir pulau sumatera. Bibir pantainya nan landai menyediakan ruang buat dikelola dan diberdayakan. Pasir pantai yang dimiliki rata-rata berderai halus warna putih ke emasan. Di atas pasir itu tinggi pula kandungan mineralnya yang membuat ragam pepohonan sepadan menonggok subur di atasnya.

Selain anugerah pantai, potensi wisata juga di dukung oleh budaya Pariaman nan unik. Hanya di Pariaman secara sporadis laki-laki dipinang bermahar puluhan juta rupiah. Ihwal budaya tersebut, secara khusus diobservasi oleh salah satu televisi nasional dan ditayangkan dalam program bergengsi pesona nusantara. Budaya lelaki bajapuik ala Pariaman itu sudah diakui sebagai kekayaan budaya Indonesia yang sangat unik.

Kuliner juga demikian. Ragam masakan tingkat keenakannya tidak usah dipertanyakan. Sebut saja randang piaman, asam padeh, gulai kepala ikan, dan sebagainya. Nikmatnya kuliner Pariaman kaya aroma bumbu menggugah selera. Maka jarang kita lihat orang Pariaman yang memiliki kontur tubuh tidak tegap. Jika tinggi, dia disebut tinggi gadang panjang, jika postur badannya pendek bergelar pula gapuak pendek, perutnya selalu paling depan mencapai sesuatu saat berjalan.

Jarang sekali orang Pariaman disebut kuruih mariah dan pendek masiak di zaman sekarang. Asupan protein dari ikan segar kaya omega menjadikan masyarakat Pariaman jadi suka memikir. Apa saja dia pikirkan termasuk urusan Presiden Amerika hingga ke Raja-Raja di Arab. Politik lokal macam cemilan saja dia kunyah. Dia penghapal nama mobil yang kadang tidak dia miliki. Mana yang minyaknya boros dan irit dia tahu, seumpama mobil-mobil itu berkandang di rumahnya saja. Itulah kami orang Pariaman, selalu tidak mau kalah dalam berdialetika.

Dialetika di lapau-lapau ajang sana asah kemampuan mereka dalam berdebat, bermain domino, catur dan bakoa bukti mereka senang melakukan sesuatu yang mempekerjakan otak sebagai tumpuan utama. Perihal berujung judi adalah representatif kelakuan masing-masing individu karib disapa oknum, bagian terpisah dari apa yang saya maksudkan.

Kembali pada potensi wisata tentunya perlu tata kelola profesional dan termanajemen dengan baik. Keikut sertaan masyarakat wajib hukumnya dalam tata kelola wisata sebagai penduduk lokal yang dikenal egaliter. Mereka harus sato sakaki. Dengan keikut sertaan masyarakat dalam ranah pariwisata modern tentu tidak hanya sekedar sebagai pengikut saja. Mereka juga harus diberi pemahaman tentang konsep dunia pariwisata melalui pelatihan yang mudah mereka cerna bersebab konsep adat sekali-sekali tidak boleh saling bertentangan dengan wisata yang secara harfiah berarti internasionalisasi.
 

Kesesuaian antara adat dan konsep wisata sangatlah mudah diperdapat karena pelaku wisata itu sendiri adalah bagian dari masyarakat Pariaman yang homogen. Tidak ada keraguan saya katakan, dalam dunia wisata modern saat ini, budaya lokal adalah bagian dari wisata itu sendiri. Jadi tidak ada yang perlu diubah, namun dicarikan padan kesesuaiannya. Usahlah pasak pula hendak mangguyah.

Pemerintah daerah selaku fasilitator mulai melirik sumber daya manusia sebagai bagian tidak terpisah dari keutuhan konsep wisata itu sendiri. Kabar baik itu perlu diteruskan secara tekhnis dengan dukungan anggaran pemerintahan. Dimensi pembangunan itu sesungguhnya sangat luas jika anggaran untuk pembangunan sumber daya manusia terus diperdebatkan.

Negara Jepang usai kalah perang dunia kedua dipaksa Amerika mengubah konstitusi negaranya di bidang kekuatan militer. Jepang hanya boleh memiliki 300 ribu tentara yang kemudian dikenal sebagai pasukan beladiri Jepang. Saat Jepang porak poranda itu, sisa kekayaan yang dimilikinya 80 persen dialokasikan untuk membangun sumber daya manusia. Hasilnya bisa kita lihat sekarang ini bagaimana Jepang begitu agung merajai ekonomi dunia dari berbagai sektor dan lini. Semua tidaklah sim salabim abrakadabra, bukan sulap apalagi sihir.

Kesamaan minat antara orang Jepang dan orang Pariaman adalah sama-sama pengkonsumsi ikan yang kaya akan protein. Didalam kandungan protein ikan yang kita konsumsi dan orang Jepang, terdapat asupan yang diperlukan otak agar dia encer saat diajak berpikir. 


Sedangkan untuk perbedaannya mungkin adalah di Pariaman terdapat banyak benteng kokoh peninggalan Jepang, sedangkan di Jepang tidak ada satupun benteng peninggalan Pariaman. Kalau kita cerdik, benteng yang dia tinggalkan itu kita jual sebagai situs sejarah yang mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat Pariaman. Maka impaslah alias satu sama (1-1) skor antara Jepang dan Pariaman. Dia cerdas, kita cerdik.

Catatan Oyong Liza Piliang

×
Berita Terbaru Update