Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Sang Keledai Bodoh

29 Juni 2015 | 29.6.15 WIB Last Updated 2015-06-29T02:54:08Z


Setiap melakukan sesuatu lakukanlah dengan tekun dan sepenuh hati kata orang bijak. Orang bijak tidak akan berani berkata demikian jika dia tidak seumpama contoh dalam setiap kalimat yang dia utarakan. Orang tekun lagi sabar lambat laun sampai jua ke tujuannya. Kadang kemampuannya hanya alakadar saja. Tapi dengan rajin dan terus berupaya menimba ilmu, pengalaman-pengalamanlah yang menjadi guru paling berharga bagi dia.

Saya teringat masa sekolah dulu pada teman seangkatan. Setahun umur dia diatas saya. Dia menamatkan sekolah dasar sembilan tahun. Saat saya sudah duduk dibangku kelas dua SMP dia baru kelas enam SD. Bulu kakinya sudah melebat. Tidak malu dia. Jakunnya tumbuh pula. Tidak pernah dia tempo sekolah kalau tidak ada alasan yang jelas semisal sakit atau berhalangan berat. Otaknya memang beku. Dia berhitung sangat lambat. Dia bahan cemoohan teman-temannya. Dia dipandang sebelah mata. Dia dianggap keledai bodoh. Raport yang dia terima pedih mata melihat saking banyak merahnya.

Teman saya tersebut selain bodoh di sekolah juga tidak pandai mengaji. Di saat bacaan saya sudah Alqur'an besar, dia baru belajar mengeja. Tiada oranglain sebodoh dia semasa itu di angkatan saya.

Saat dia SMA semua teman angkatannya sudah jauh berlalu. Ada yang bekerja adapula yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Sekali-kali saya bersua dengannya. Kala itu dia berkata tahun kelahirannya sudah dia undur dua tahun. Terlihat berbeda sekali dia dengan teman selokalnya saat itu ketika saya datangi rumah sekolahnya. Kumisnya sudah melebat. Jika tidak berseragam putih abu-abu dia pasti disangka guru.

Jika tadi saya bicara letak kurangnya, kini saya sebut pula kelebihannya. Otaknya memang beku itu sudah pasti. Saat diuji IQ-nya sangat rendah tapi tak sampai ke titik idiot. Kelebihan teman saya tersebut adalah dia sudah pandai mencari uang jauh hari. Saat SD dia berjualan sala udang dan sala lauak. Bukan dekat, tapi jalur sicincin-lubuk alung naik bus turun bus. Di hari tertentu dia berjualan hingga ke terminal Padangpanjang dan Solok. Saat itu dia sudah mampu mencari uang Rp10 ribu sehari bahkan lebih. Dia juga tulang punggung bagi keluarganya. Berjualan sala seperti demikian dia lakoni hingga mengantongi ijazah SMA.

Mengajipun kini dia jauh lebih pintar. Dia tekun belajar meski daya tangkapnya minim sekali. Sekarang dia jangan ditanya. Dia sudah punya pabrik sepatu di Cibaduyut, Jawa Barat. Dia eksportir sekarang. Korea, Jepang, India, Taiwan, Singapura dan Malaysia jajahan sepatu buatannya. Sepatunya punya label terdaftar. Toko sepatunya juga menyebar di beberapa kota. Sekarang dia menjelma jadi milyarder. Dia tumpuan pencari kerja bagi pemuda di kampungnya. Karyawannya sudah ratusan. Dia sukses membuka lapangan pekerjaan.

Rajin memang betul pangkal pandai. Kesabaran dan ketekunan adalah kunci sukses tak terbantahkan. Orang seperti kawan saya tadi layak disebut orang tekun. Dia belajar dan terus belajar. Saat sudah sukses sekarang dia tidak berhenti mencari hal baru. Sepatu yang dia produksi selalu dia perbaharui model-modelnya sesuai trend dunia. Majalah-majalah mode luarnegeri sekarang bacaan wajibnya. Dia pandai pula berbahasa Inggris karena dia ikuti les reguler hingga privat.

Orang semacam demikian otak kanan dan otak kirinya rupanya berjalan seimbang. Pengalaman hidup  yang dia lalui menempa kepribadiannya. Dia tidak mudah diserang putus asa. Masalah dan rintangan sebesar apapun mampu dia lalui. Cobaan seberat apapun sanggup dia menanggungnya. Dengan tertatih-tatih dia hadang badai kehidupan bagai keledai pengangkut beban. Setapak demi setapak dia lewati cadas dan berlikunya jalan kehidupan. Dia yang dulu sering diejek teman-temannya sekarang dipuja-puja. Banyak pula kawan-kawannya yang dulunya cerdas di sekolah sekarang bekerja dengannya. Sang keledai itu telah mampu mendaki gunung dengan beban berat di punggungnya.

Catatan Oyong Liza Piliang
×
Berita Terbaru Update