Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Gara-gara Survei Jelang Pilkada, Suhu Politik di Sumbar Memanas

1 April 2015 | 1.4.15 WIB Last Updated 2015-04-01T14:02:31Z


    
 
Padang,1/4-- Suhu politik di Sumatera Barat memanas menjelang pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada), terlebih untuk pemilihan Gubernur ditambah lagi munculnya hasil survei.
 
    "Hasil survei dari beberapa lembaga sudah bermunculan, pendapat dari beberapa pengamat politik juga disampaikan. Namun disayangkan, sebagian pendapat pengamat ada yang menakuti calon lain yang akan maju, seolah yang punya peluang calon incumbent saja," kata pengamat politik  Unand Padang, Prof. Damsar, di Padang, Rabu.
 
    Menurutnya, biarkan banyak calon yang maju. Dengan demikian akan memberikan banyak pilihan bagi masyarakat yang sesuai dengan seleranya. 
 
    "Tapi kalau ada pengamat yang menyatakan untuk mengalahkan incumbent harus head to head saja itu salah, berarti pengamat sudah meragukan kemampuan calon lain yang sebenarnya mereka punya kekuatan untuk menang. Jangan ditakut-takuti mereka yang ingin maju itu," katanya.
    
Ia menjelaskan, hasil survei cuma diambil dari data sampel yang diacak di beberapa daerah dan beberapa calon pemilih saja, tapi untuk menguji kekuatan yang sebenarnya adalah pada hari 'H' nanti. 
 
    "Saya memperhatikan calon-calon baru yang bermunculan sekarang adalah orang-orang hebat. Kalau tidak, tidak mungkin mereka berani menyatakan siap untuk maju. Baik itu Epyardi Asda, Shadiq, Fauzi Bahar, Hendra, mau pun MK," ungkapnya.
 
    Dia menghimbau kepada seluruh pihak agar memberi kesempatan kepada calon baru yang ingin maju. Dengan demikian Sumbar tidak akan di cap sebagai daerah yang kekeringan dengan figur pemimpin. 
 
    "Sumbar ini adalah pencetak para pemikir, jadi tidak mungkin lah kalau pada pikada yang akan maju cuma dua orang saja," ujarnya.
 
    Pilkada sekarang peluang menang bagi setiap calon itu terbuka lebar, tambah Damsar, karena berdasarkan aturan berapapun perolehan suaranya asal tertinggi sudah menang, dan tidak ada putaran ke dua. Tidak seperti dulu yang harus peroleh suara 30 persen lebih baru bisa menang.
 
    "Selain itu, perlunya calon baru maju, adalah untuk mengukur kekuatan mereka yang sebenarnya. Calon baru bisa mengetahui kekuatan sebenarnya adalah calon yang ikut sebagai peserta, kalau tidak ikut, mereka tidak akan pernah mengetahui kekuatan sebenarnya," jelasnya.
 
    Seperti dilakukan Irwan Prayitno (IP) dan kalah oleh pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman 2005-2010, pilkada sebelumnya, hal itu menjadi pelajaran berharga sekali bagi IP. 
 
    Pada pilkada periode 2010-2015, pengalaman itu dijadikan pedoman, dia menutupi kelemahan yang ada dan akhirnya dia berhasil. "Hal serupa bisa jadi juga akan dialami sebagian calon-calon baru yang akan maju sekarang. Kalau kalah sekarang, itu dijadikan pelajaran untuk maju berikutnya," ujar Damsar.
 
    Damsar sangat tidak sepakat dengan komentar yang menyatakan "calon ini, calon itu, si ini dan si anu" berpeluang tinggi. Hasil survei cuma diambil dari data sampel yang diacak di beberapa daerah dan beberapa calon pemilih saja, tapi untuk menguji kekuatan yang sebenarnya adalah pada hari 'H' nanti. 
 
    "Saya memperhatikan calon-calon baru yang bermunculan sekarang adalah orang-orang hebat. Kalau tidak, tidak mungkin mereka berani menyatakan siap untuk maju. Baik itu Epyardi Asda, Shadiq, Fauzi Bahar, Hendra, mau pun MK," ujarnya.
 
DZ
×
Berita Terbaru Update