Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tolak Politisasi Siaran Piala Dunia

14 Juni 2014 | 14.6.14 WIB Last Updated 2014-06-14T12:19:28Z




Siaran Piala Dunia yang telah dimulai Jumat dini hari (13/5), membuat penggemar piala dunia khawatir terjadi politisasi dalam penyiaran Piala Dunia. Siaran pertandingan sepak bola dunia yang disaksikan publik penggemar sepak bola menjadi daya tarik saat kampanye Pilpres. Bertepatan dengan jadwal kampanye, siaran Piala Dunia mudah dijadikan sebagai alat politik untuk mendongkrak popularitas dan elektablitas capres.

Netralitas media penyiaran elektronik sebagai salah satu pilar demokrasi kembali diragukan, karena keterlibatan pemilik media dalam dunia politik praktis. Pada masa kampanye juga terlihat keperpihakan media elektronik terhadap kandidat presiden yang didukung. Ruang dan waktu siaran masing-masing capres tidak berimbang.

Seperti dalam sebuah event atau acara tertentu di televisi, terdapat kehadiran capres cawapres sebagai komentator yang memang tidak sesuai dengan keahliannya. Sepert dalam sebuah acara kompetisi, salah satu capres hadir sebagai dewan juri, atau dalam sebuah kuis yang materinya memuat salah satu pasangan capres cawapres.

Hal ini menjadi keraguan tersendiri bagi masyarakat terhadap peran netralitas dan independensi media elektronik dalam pemilu, termasuk untuk siaran Piala Dunia 2014. Siaran piala dunia yang telah dinantikan oleh para penggemar bola di Indonesia ini diharapkan oleh berbagai pihak tidak dijadikan sebagai panggung politik.

Sebab, bila terjadi politisasi, dikhawatirkan akan memecah belah para suporter-suporter bola di Indonesia yang mengganggu hak pilih mereka terhadap salah satu pasangan capres dan cawapres, karena hak pilih merupakan hak konstitusi yang sangat privasi mesti bebas dari intimidasi politik yang merugikan publik.

Namun, para penggemar bola ini sangat khawatir terhadap upaya politisasi siaran Piala Dunia. Karena siaran piala dunia disiarkan oleh stasiun tv. Sementara para owner (CeO) merupakan salah satu bagian partai koalisi salah salah satu kandidat capres cawapres. Sehingga potensi untuk menjadikan siaran Piala Dunia sebagai panggung kampanye politik bisa terjadi.

Kekhawatiran ini diungkap oleh salah satu simpatisan penggemar bola. Sheila melalui akun twitternya @Sheilayla memposting surat terbukanya untuk Presiden FIFA Joseph S Blatter agar memperhatikan tentang penyiaran Piala Dunia di Indonesia yang hak siar eksklusifnya telah dibeli oleh TVOne dan ANTV milik Aburizal Bakrie, salah satu elit partai Golkar yang tergabung dalam koalisi kandidat Prabowo-Hatta.

Shei menulis surat tersebut berdasarkan rumor yang mengatakan kampanye politik “menguasai” siaran Piala Dunia. Ini sangat disayangkan oleh Shei. Pasalnya, para penggemar bola di Indonesia adalah kaum muda yang masih mudah dipengaruhi oleh kampanye, agitasi dan proganda yang bermuatan politik. Sehingga apabila dalam siaran tersebut bisa ditunggangi oleh muatan politik yang dapat memicu perpecahan antarindividu maupun antar suporter bola di Indonesia.

Shei meminta pihak FIFA mengawasi dan menindak tegas dengan membeki sanksi bila terjadi ketimpangan dan pelanggaran dalam penyiaran piala dunia di Indonesia. Namun, hingga saat ini surat Shei tersebut belum mendapatkan tanggapan secara langsung dari pihak FIFA.

Aksi untuk melawan politisasi siaran piala dunia juga dilakukan oleh salah satu suporter klub bola di Indonesia, yaitu Aremania yang menolak keras politisasi siaran piala dunia. Menurut Arema, suporter bola Indonesia pernah terpecah belah akibat politisasi dari tubuh PSSI beberapa tahun lalu sehingga kepentingan politik yang berada dalam dunia sepakbola akan memecahbelah dan membuat komunitas sepakbola tercerai berai.

Trauma yang dialami oleh suppoter Arema setelah dua kali menjadi korban politisasi dalam dunia sepakbola Indonesia, juga memperkuat alasan untuk menolak politisasi dalam siaran piala dunia 2014 ini. Untuk itu Arema tidak menginginkan para kandidat capres dan cawapres tampil dalam siaran piala dunia, dan segala hal yang berindikasi kampanye politik.

Protes ini juga untuk dimaskudkan untuk mempertahankan citra Arema dan dunia persepakbolaan Indonesia, sebab Arema merupakan satu satunya suporter sepakbola yang selalu mnerapkan prinsip perdamaian dalam dunia sepakbola.

Dukungan yang selalu diberikan untuk klub sepakbola dengan ekspres kecintaan yang diterapkan dengan cara yang santun dan atraktif tanpa kekerasan. Disinilah ketakutan Arema akan perpecahan sepakbola terjadi bila kepentingan politik dicampuradukkan dalam dunia sepakbola Indonesia.
Aksi protes akan menjadi kritik bagi media elektronik untuk tetap menjaga netralitas dan tidak sama sekali mencampurbaurkan kepentingan politik dalam setiap dunai siaran. Khususnya terhadap siaran piala dunia 2014, dan membuat pemberitaan yang berimbang terhadap maisng-masing kandidat capres dan cawapres. Dengan begitu, media elektronik tetap menjadi bagian dari pilar demokrasi yang dapat dipercaya independensinya oleh masyarakat.


 Rizviany Saputri, tempokini.com

×
Berita Terbaru Update