Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Hukuman Publik Pada Parpol

12 Agustus 2012 | 12.8.12 WIB Last Updated 2012-08-13T03:04:43Z



Dengan bergabungnya PKS mendukung pasangan Foke-Nara,maka adagium yang tepat bukan karena “tidak ada lawan atau kawan yang abadi,yang ada adalah kepentingan” melainkan “Lidah memang tidak bertulang” alias mencla-mencle. Itulah gambaran politikus Indonesia,senangnya mencla-mencle & kadar politiknya masih rendah karena tidak mempunyai prinsip dalam berpolitik,yang ada adalah “elu kasih,gue ikut”…. .

Prinsip dalam berpolitik adalah mempunyai etika “rasa malu” didepan publik dengan tujuan mempertahankan atau meningkatkan imej . Partai Politik dibentuk tentu bukan saja untuk mengaspirasi kader yang ada,tetapi juga terus meningkatkan jumlah kader. Tetapi bila etika “rasa malu” tidak dijalankan,maka publik yang akan menghukum partai politik tersebut. Oleh karena itu maka dikenal “oposisi” sebagai suatu alat untuk meningkatkan imej Partai Politik di dalam berdemokrasi. Oposisi adalah bentuk “etika rasa malu” bila harus kemudian bergabung dengan lawan politiknya.

Sayangnya di Indonesia masih malu-malu bila menyebut kata “oposisi” ,ada yang mengatakan itu tidak sesuai dengan budaya demokrasi Indonesia. Padahal sebenarnya dengan mengartikan “tidak sesuai dengan budaya demokrasi Indonesia” tersebut,artinya para politisi Indonesia sudah terjebak pada budaya tidak tahu malu dan mengabaikan etika politik itu sendiri yang dimana seharusnya terus menerus membangun basis massa yang bertumbuh semakin besar dan kuat didalam Partai Politik yang didirikan. Hal itu hanya bisa dicapai bila imej partai politik tersebut sangat kuat dalam menjalankan etika berpolitik.

Oleh karena tidak adanya etika politik,maka Partai Politik yang ada akhirnya dihukum sendiri oleh para kadernya & publik yang selama ini mengikuti perkembangan Partai Politik tersebut. Maka jangan heran,bilamana pada waktu Pilkada DKI Jakarta tahun 2007 suara PKS bisa mencapai 42% walau dikeroyok oleh 15 parpol pendukung Foke-Priyono,tetapi pada Pilkada DKI Jakarta putaran pertama tahun 2012 ini melorot menjadi 11% . Ini bukti bahwa publik Jakarta sudah memberikan hukuman kepada PKS.

Walau hasil survei dari lembaga-2 Survei mengatakan Partai Golkar populer,namun kadernya di Pilkada DKI Jakarta putaran pertama 2012 hanya mendapatkan suara 4 % saja. Itulah salah satu bentuk hukuman publik kepada Partai Golkar saat mereka mencoba mencalonkan kadernya ternyata tidak sesuai dengan popularitas Partai tersebut. Kenapa parpol-2 seperti PPP,PAN,Hanura,dll juga terus jeblok popularitasnya? Sebab mereka dianggap tidak mempunyai etika “rasa malu” dalam berpolitik. 

Ibaratnya,mendirikan parpol hanya untuk bisa ikut berkuasa saja,tidak ada lain…! Walau kecil “okay-okay” saja…yang penting bisa menikmati ikut berkuasa,imej untuk menjadikan besar dan kuat itu nomor sekian…! Biasanya basis massa mereka juga masyarakat “tradisional” yang memang tidak tahu berpolitik,tetapi karena hanya hubungan tradisi saja.

Pertanyaan mendasar,apakah otomatis suara 11% dan 4 % serta suara pendukung PAN,PPP akan beralih ke Foke? Jawabannya tentu tidak secara otomatis. Sebab para pemilih tersebut juga tidak 100 % terikat oleh hubungan tradisi dengan PKS,Golkar,PPP,PAN….mereka mempunyai cara berpikir yang rasional juga,dan bahkan bisa saja justru mempunyai rasa malu lebih tinggi dibandingkan petinggi-2 parpol yang selama ini mereka ikuti. Masak koq ikut orang yang mempunyai gaya kepemimpinan “Lidah tidak bertulang” …

itu sama dengan ikut orang yang mencla-mencle,tidak tahu arah dan terlebih bahkan mungkin tidak tahu malu. Artinya imej parpol-2 tersebut akan semakin terpuruk di mata pendukung & publik yang menyaksikannya.

DKI Jakarta memang sangat plural,isu demi isu tidak menggetarkan masyarakatnya untuk terpancing,justru dengan isu-2 SARA dan perkembangan dukung mendukung parpol yang bertabiat seperti “lidah tidak bertulang” justru akan membuat masyarakat Jakarta bertambah tidak simpatik kepada Foke-Nara. Pertarungan Adang Vs Foke di tahun 2007 bisa menjadi contoh ekstrim,betapa masyarakat Jakarta hampir saja membuat Pilkada DKI Jakarta sama kuat,itu artinya mereka muak dengan gaya dominasi parpol-2 mengeroyok PKS….

Untung saja,masyarakat Jakarta masih ada yang cukup banyak tidak suka dengan sepak terjang & visi/misi PKS karena fanatismenya terhadap agama Islam yang tidak memberikan ruang toleransi kepada agama-2 lain berkembang dengan baik (kasus GKI Yasmin,dll) sehingga masyarakat pemilih pada waktu itu mengalihkan ke Foke.

Untuk 20 September 2012 nanti,masyarakat Jakarta kembali akan menghukum siapa yang ingin melakukan dominasi terhadap “minoritas” . Jokowi & Ahok adalah lambang “minoritas” teraniaya yang diyakini banyak pihak akan memenangkan pertarungan besar ini. Masyarakat Jakarta sudah sangat cerdas dalam memilih siapa yang harus menjadi pemimpinnya….! Yang penting bukan pemimpin yang mempunyai tabiat “lidah tidak bertulang” alias mencla-mencle…

catatan mania telo freedom writers kompasianer
×
Berita Terbaru Update