Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Budaya Sogok Menyogok Dari Lahir Sampai Keliang Lahat

25 Juli 2012 | 25.7.12 WIB Last Updated 2012-07-25T05:30:58Z






Menyogok sekarang dilakukan dengan biasa oleh masyarakat luass, dan luaaass sekali.


Sejak bayi lahir sampai orang meninggal.


Masa ?? 


Iya !!


Bayi lahir membutuhkan surat lahir.


Dalam sehari-harinya, dalam masa prosesnya akan dapat diurus sendiri atau diserahkan atau meminta jasa “baik” orang lain. Yang disebut orang lain itu bisa saja petugas yang memang sudah biasa mengurus hal ini mulai dari Surat Rukun Tetangga, Rukun Warga dan Kelurahan dan Kecamatan atau Catatan Sipil dan petugas Kotamadya dan mungkin ada pihak lain yang belum dapat disebut dan dituliskan disini.


Mungkin di Rumah sakit dimana bayi dilahirkan ada petugas Rumah Sakit yang bisa dan “patut” diberi uang jasa dan bersedia menerimanya.


Orang mati.


Masa ??


Iya !!


Di sebuah Tempat Pemakaman terkenal di Jakarta bukan rahasia lagi apabila menghendaki daerah tertentu yang agak “bergengsi” , maka hampir ada kepastian ada uang yang diberikan dan diterima untuk meng”iya”kan keinginan tadi.




Mari kita simak yang dapat diungkapkan berikut ini.


Sekolah.


Masa ??


Iya !!


Murid menyogok guru ? Bukan aneh dan tidak dapat dibantah lagi. Mau angka bagus, mau naik kelas, mau jadi juara kelas sekalipun atau mengikuti lomba ilmiah tertentu, segala daya upaya akan digunakan dengan tidak memperdulikan etika, sopan santun dan melanggar rasa malu, yang sebenarnya sudah disuarakan oleh bathinnya sendiri. Guru menyogok guru lain ?? Bukan tidak mungkin !!


Pegawai Negeri


Masa ??


Iya !!


Sejak testing, menjadi Pegawai Negeri sudah ada proses sogok. Untuk bisa ikut saja sudah ada hal sogok.


Sudah ikut saja, kepingin lulus dan ditempatkan, sogok itu entah muncul dari mana, tetapi ada.


Sudah luluspun masih memilih tempat/lokasi kerja, ada lagi unsur sogok.


Sekarang, sudah menjadi Pegawai Negeri ada keinginan tertentu, pasti embel-embelnya adalah hal yang sama. Mau naik pangkat dan jabatan, biasaaaa.


Sungguh menyedihkan.


Militer dan Polisi


Masa ??


Iya !!


Teman saya waktu itu (tiga puluh tahun lalu) berpangkat Letnan di dalam Angkatan Laut.


Dia menerima pemberitahuan dari koleganya sesama anggota Laut yang memberitahukan kepadanya bahwa pengangkatannya sebagai Kapten sedang disiapkan. Dia diminta menyiapkan uang sebesar tiga ratus ribu Rupiah untuk memproses kenaikan pangkatnya.


Apa jawab teman saya itu ??


Teman saya itu menjawab : “Biar saja saya tetap Letnan karena saya tidak punya uang sebanyak itu”


Yang tidak saya dengar, kalau saja dia mempunyai uangnya, maukah membayar jumlah itu atau tidak ?? Tetapi karena dia ini seorang yang mempunyai kepandaian lebih, apalagi dia sudah sarjana strata satu, saya dengar dia minta berhenti dari Angkatan Laut dan berhasil mendapatkan pekerjaan lain, diluar negeri. Saya dengar kemudian dia dapat hidup sejahtera.


Pada awal 1980-an saya sedang naik Kereta Api dari Kuala Lumpur menuju Singapura, melihat diantara penumpang-penumpang bule yang kelihatannya orang Inggris ada tiga orang berbaju batik. Pasti Melayu, itu sebutan umum pada waktu itu untuk orang Indonesia diluar negeri. Setelah saya buka percakapan dan berkenalan, ternyata mereka itu tediri dari seorang Kapten dan dua orang Letnan Angkatan Darat negeri kita, Indonesia.


Pak Kapten bercerita bahwa mereka beberapa lama dan baru menyelesaikan bertugas di Malaysia.


Ceritanya: seorang Kapten didalam Tentara Diraja Kerajaan Malaysia, hidup lebih sejahtera dan akan malu bila mengendarai kendaraan dinas Militer pulang kerumahnya, apalagi tidak mempunyai/memiliki mobil sendiri secara pribadi. Atasan Tentara Diraja ini akan bertanya, mengapa kapten ini tidak memiliki mobil pribadi? Apakah dia seorang penjudi ataukah apakah dia mempunyai istri kedua? Dengan tertawa, kapten Angkatan darat kita ini menambahkan dengan mengatakan:


“Lha, kalau saya mempunyai mobil pribadi, apa kata atasan saya, ya? Dari mana saya bisa dan mampu untuk mendapatkan uang membelinya ?”


saya mendapat konfirmasi dari seseorang bahwa adik kandungnya yang telah lulus dari Akademi Kepolisian dan menjadi Perwira Polisi, dahulu, telah menyogok untuk dapat masuk ke Akademi Keposlisian sebesar seratus juta Rupiah. Siapa butuh bukti dari kisah seperti ini, karena sekarang sudah biasa beredar cerita bahwa angka uang sogoknya malah sudah melambung lima puluh persen. Wallahualam bisawab. Kepada siapakah, kami orang sipil, dapat meminta perlidungan dengan wajar dari aparat hukum ??? Bukankah mereka yang menjadi aparat keamanan dan merupakan alat perangkat hukum, telah memulai karirnya dengan menyogok diantara mereka sendiri ??


dulu th 2005 seru sekali dibicarakan korupsi di Komisi Pemilihan Umum. Bagi saya sendiri, telah merasakan dan mengalami serta mengetahui dengan mata kepala sendiri. Seorang kenalan saya yang bekerja di Komisi Pemilihan Umum, pada tahun 1980-an, kaya rayanya bukan main main-main.


Dia itu dulu belajar di negeri lain dalam bidang tekik, insinyurlah dia itu. Dia bukan akuntan, dia bukan ahli hukum dan dia tidak pernah belajar di Ilmu Pemerintahan apapun. Dia bisa menjadi pegawai KPU ini sungguh mengherankan saya dan teman-teman lainnya. Dia memiliki sebuah rumah besar di daerah Pondok Indah dengan puluhan kamar dan memiliki rumah yang bagus sekali di sebuah komplek real estate di Jakarta Barat. Dua rumah ini adalah dua dari sekian banyak rumah lain lagi. Saya sudah pernah duduk dan berbincang-bincang dengan teman-teman lain dirumah itu dan amat kagum dan berdecak-decak. Wah. Wah.


Jadi di KPU itu, adalah bukan barang baru didalam masalah korupsi ini ?


Iya !!. Itu termasuk sudah kuno !!


Seorang Pegawai negeri dari Palangka Raya naik pesawat terbang ke Jakarta bertemu rekannya yang sedang membawa sekopor uang tunai.


Untuk apa sih, bawa-bawa uang tunai segala ??


Jawabnya untuk diberikan kepada pegawai Bappenas !! Pantas ada Project Sawah Sejuta Hektar kandas ditelan Lahan Gambut !!


Ada anggota Kadin memberitahu saya bagaimana besarnya dan banyaknya uang tunai, berkarung-karung secara kontan diberikan kepada utusan-utusan dari daerah dari Partai Tertentu untuk membeli suaranya dalam memilih Ketua Umumnya. 


“Ini uang siapa ?” tanya saya.


Uang Negara kan tidak mungkin dan uang pribadi calon Ketua Umum kah ?? 


Masa ??


Kali ini saya tidak akan menjawab iya karena mungkin orang Kadin ini memang gemar gossip !! Ha, haa, haaaa …. .


Apa penyebab kebobrokan ini? Akhlak ? Moral ? Ekonomi jelek ? Pemimpin bodoh ?


Atau jangan-jangan, semua kita ini memang bodoh ?? Bukankah banyak Professor dan Doktor-Doktor didalam Kabinet, didalam Dewan Perwakilan Rakyat ??


Para pakar, para Professor dan pendidik banyak yang meninggalkan habitatnya, agar dapat bekerja dilingkungan Politik dan Pencari Kedudukan di Pemerintahan dengan harapan “memperoleh” penghasilan ekstra diluar gaji resmi dan menjadi orang yang kayaaaa sekali ??


catatan Anwari Doel Arnowo the indonesian freedom writers

×
Berita Terbaru Update