Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kepala BPN Sumbar: Bupati Miliki Kewenangan Hukum Atas Tanah Tarok

31 Mei 2017 | 31.5.17 WIB Last Updated 2017-05-31T15:27:57Z
Kepala kanwil BPN Sumbar, Musriadi saat berbincang-bincang dengan Kabag Humas Padangpariaman, Andri Satria, Selasa (30/5)
Padang -- Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Barat, Musriadi, mengatakan bahwa Bupati Padangpariaman memiliki kewenangan yang sah dan kuat secara hukum dalam mengatur peruntukan dan penggunaan tanah negara yang berlokasi di Tarok, Nagari Kapalo Hilalang, Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam, sepanjang untuk kepentingan daerah dan masyarakat.

Hal itu disampaikan Musriadi di ruang kerjanya di Padang, Selasa (30/05). Ia menjelaskan tentang status tanah Tarok secara singkat dan sederhana.

Menurutnya, status tanah di kawasan Tarok sudah jelas dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25-V.B-2003 tanggal 3 September 2003 tentang Penegasan Batalnya Pemberian Hak Guna Usaha Berdasarkan SK Kepala BPN Tanggal 5 Oktober 1992 Nomor 24/HGU/BPN/92 Atas Tanah Terletak di Kabupaten Padangpariaman.

Pada diktum pertama SK Kepala BPN tersebut menegaskan batalnya pemberian Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan berdasarkan SK Kepala BPN tanggal 5 Oktober 1992 nomor 24/HGU/BPN/92 kepada PT. Purna Karya atas tanah seluas 697 hektar terletak di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung (sekarang 2 x 11 Kayu Tanam) Kabupaten Padangpariaman kepada PT. Purna Karya dan menyatakan tanah tersebut kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

Kemudian pada diktum kedua berbunyi, terhadap tanah tersebut diserahkan sepenuhnya pada Bupati Padangpariaman, untuk mengatur peruntukan dan penggunaan tanahnya sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat dan perundangan yang berlaku.

Menyikapi pertanyaan tentang bagaimana sebaiknya bupati bersikap dengan munculnya riak-riak di tengah masyarakat Tarok yang mengklaim bahwa tanah yang direncanakan akan dijadikan kawasan pendidikan terpadu, Musriadi kembali menegaskan bahwa status tanah tersebut telah diputuskan oleh kepala BPN dengan nomor keputusan 25-V.B-2003.

"Bupati harus menjalankan kewenangannya sesuai keputusan yang telah dikeluarkan tesebut," kata Musriadi.

Musriadi berkata bahwa dia hanya bisa berbicara sesuai data yang ada.

"Dengan keputasan tersebut, jelas status tanah itu," sambungnya.

Musriadi menjelaskan bahwa tanah ulayat dan tanah negara jauh berbeda. Status sebuah tanah ulayat diatur melalui  Perda Provinsi Sumbar nomor 6 tahun 2008, sedangkan tanah negara diatur pada PP nomor 24 tahun 2007.

Tetang tanah negara yang telah diserahkan sepenuhnya pada pemerintah daerah, sebut dia, kepala daerah memiliki kewenangan penuh terhadap pengelolaanya untuk kepentingan umum. Seperti untuk pembangunan perkantoran, sarana pendidikan, kantor diklat atau kepentingan umum lainnya. Tentunya hal tersebut harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah bersangkutan.

"Kalau tanah ini diperuntukan untuk perorangan, seperti untuk anak bupati, kerabat dekat atau tokoh masyarakat lainya, ini baru melanggar dari ketentuan," imbuhnya.

Ia menambahkan kalau lokasi tanah negara tersebut telah dipetakan penggunaannya untuk kepentingan umum, maka institusi yang akan membangun pada daerah tersebut telah bisa mengajukan penerbitan sertifikatnya. Tentunya pengajuan tersebut harus sesuai peraturan yang berlaku.

Tahapan pengajuan sertifikat tersebut, ucap dia dimulai dengan pengajuan alas hak oleh instansi bersangkutan, kemudian diteruskan pada BPN. Selanjutkan BPN akan memproses untuk penerbitan sertifikat.

"Sertifikat sebuah tanah negara memiliki dua status, yakni, hak pakai dan hak pengelolaan. Hak pakai merupakan hak yang diberikan pada instansi pemerintah yang dipergunakan untuk kepentingan instansi tersebut," pungkasnya.

ASM
×
Berita Terbaru Update