Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tetanus dan Sepatu

10 Agustus 2016 | 10.8.16 WIB Last Updated 2016-08-09T23:45:48Z


Kebiasaan sebagian orang menunggu ide, barulah dituliskan. Bagi saya tidak demikian. Bagi saya, dengan menuliskannya terlebih dahulu akan melebar kemana-mana. Di sanalah ide bermunculan.

Di suatu ketika, saya diserang gatal teramat sangat di punggung telapak kaki sebelah atas kiri-kanan. Saking gatalnya, digaruk dengan tembok pun tak berasa sakit. Semakin digaruk makin nikmat rasanya. Kian digaruk dia menjadi amam (lunak). Timbul bintik-bintik merah kerair-airan.

Lama kelamaan bekas garutan tersebut menjadi merah lalu kering dan menghitam. Bekas garutan itu lalu mengelokak yang selalu meninggalkan gatal di pinggir-pinggirnya. Kebiasaan saya jarang berobat ke rumah sakit membuat saya tidak tahu apa nama penyakit tersebut. Acap saya perhatikan jika saya makan udang, akan terasa gatal di mana-mana. Mungkin saya alergi terhadap udang. Makan udang membuat saya bergitar-gitar.

Penyakit gatal di punggung telapak kaki itu sudah lama sembuh. Dia akan kambuh jika saya terlalu lama memakai sepatu terutama berbahan kulit. Alergi sepatu sempat terpikir oleh saya, tapi mana ada penyakit jenis macam tu.

Sudah kebiasaan, jika sakit saya akan membeli obat di apotek bukan ke dokter. Seingat saya, hanya dua kali pernah berobat ke rumah sakit karena takut teridap penyakit tetanus. Pertama saat kelas 6 SD, paha saya tertancap kawat duri berkarat ketika menyuruk ke rumah kawan. Entah apa gunanya dia pasang kawat berlapis di samping rumahnya yang juga dipagari pohon kerdil yang rapat.

Kedua sekitar lima tahun lalu saat kaki saya menginjak paku (paku labang) panjang besar berkarat. Masuknya hingga 2cm di telapak kaki meski saya sudah pakai terompah. Di dua kejadian tersebut saya mendapat suntikan anti tetanus. Tidak ada motivasi penting melatar-belakangi di dua peristiwa tersebut.

Penyakit tetanus menakutkan bagi saya karena seorang teman pernah meninggal oleh penyakit itu. Sebutlah dia bernama Tomas. Saya pernah berkelahi satu kali dengannya. Dia teman seumuran dan kami sama-sama tinggal di suatu kelurahan di Kota Pekanbaru akhir tahun 80-an.

Memasuki usia kenabian (40) ada kalanya saya berkata pada diri sendiri supaya melakukan medical check-up agar saya tahu apa saja yang rusak di badan saya. Apa saja penyakit yang patut diobati dan organ bagian mana yang harus saya perhatikan untuk dirawat. Hal itu mengingat pola hidup tak sehat yang saya jalani sepanjang hidup.

OLP
×
Berita Terbaru Update