Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Inyiak Rimbo Rao (II)

24 Agustus 2016 | 24.8.16 WIB Last Updated 2016-08-24T13:45:40Z



KAKEK TUA itu bangkit dari tikar pandan yang dulu ia anyam sendiri. Dia menuju beranda menatap lebatnya hutan. Angin sepoi-sepoi bawa rasa sejuk di mukanya yang keriput-mayut. Tubuhnya ditutupi jubah hitam semata kaki, deta putih menghiasi kepalanya.

"Matahari mulai ditutup awan gelap. Sebentar lagi hujan," gumamnya dalam hati.

Kakek itu memejamkan mata. Ingatannya seketika terbang ke masa silam. Dia dilahirkan pada tahun 1904 di Batusangkar, Tanah Datar, Hindia Belanda. Dia anak ketiga dari lima bersaudara. Ayahnya mualaf non pribumi Tionghoa bernama Chu Feng dan Ibu asli Batusangkar bernama Jumariah.

Chu Li Liong, nama bagus pemberian ayah. Liong berarti naga, sesuai shio tahun kelahirannya. Liong, lahir membawa cacat. Kedua tangannya cengkok (tidak lurus) dan mulut tidak berlangit-langit. Perkataan Liong hanya dimengerti oleh keluarga sendiri.

Sedari kecil Liong sudah dikucilkan keluarga. Dua kakak laki-laki dan dua adik perempuannya diajarkan berdagang oleh sang ayah, dia sendiri mendiami loteng rumah yang kelam. Dia nyaris tidak pernah keluar rumah apalagi mengenyam pendidikan formal.

Chu Feng, saudagar tembakau terbesar di Tanah Datar masa itu. Rumah toko (ruko) empat petak besar berlantai dua, ditambah satu petak untuk gudang, dia bangun di pusat  keramaian Kampung Piliang (saat ini Terminal Bus Piliang Batusangkar). Kakak adiknya punya peran di bisnis keluarga sebagai pemasok tembakau terbaik di wilayah Sumatera Bagian Tengah yang didatangkan langsung dari Tanah Jawa. Liong dilarang keluar rumah, apalagi menginjakan kakinya di kedai.
Meski seorang muslim, Liong tidak disunatkan oleh ayah, beda betul dengan dua kakak lelakinya. Keberadaannya dieliminasi.

Di umur 11 tahun, Liong diikat telanjang di batang nangka belakang rumah penuh kerangga oleh ayahnya akibat Liong turun loteng dan dilihat pelanggan. Ke Silandir pekiknya oleh sengat ribuan makhluk kecil merah berbisa itu. Sekujur badannya panas dan melepuh.
 

Sang ibu tak kalah lalim. Seluruh keluarga makan nasi, keraknya jatah Liong. Semua makan gulai ayam, kuah untuk Liong. Liong dianggap pembawa sial jika omset dagangan sang ayah sedang turun. Liong habis dimaki hina.

Butir bening menitik di kelopak mata celeng kakek berkulit putih itu. Tatapannya lurus kedepan. Rambut putihnya tergerai ditiup angin. Hujan mulai turun dengan lebatnya.

"Ayah. Ibu.. Kalian sudah kumaafkan. Dosa kalian sudah ku tanggung," gelora batinnya.

Memasuki usia remaja, Liong yang hina dibuang keluarga di malam buta. Dia ditinggalkan seorang diri di Rimbo Batipuah, sementara seluruh keluarga melanjutkan perjalanan ke Padangpanjang dengan kereta kuda miliknya.

Perasaian hidup banyak dia lalui sebagai pewaris darah minoritas keturunan Tionghoa. Cacian, hinaan, hingga tendangan dia terima tanpa pembalasan. Dia pemuda cacat, miskin, buruk rupa, China pula, siapa yang akan elok kepadanya.

Menjadi kuli angkat pembantu (tanpa gaji perusahaan) dia lakoni beberapa tahun di pelabuhan Teluk Bayur. Upahnya hanya makan dua kali. Pagi ubi rebus, malam sepiring nasi ikan teri. Dia acap pingsan saat bekerja. Beban yang diterima tak sebanding dengan daya tahan tubuhnya yang cacat.

Liong yang merasa putus asa, akhirnya hengkang dari Teluk Bayur setelah bosan dipelonco para buruh kasar mabuk tanpa sebab. Tubuh kurusnya acapkali dilempar ke kubangan kotoran kerbau di belakang pelabuhan itu. Diasah-asahnya tubuh Liong dengan pendayung agar bergelimang kotoran kerbau yang sudah berulat itu.

Sejak peristiwa tersebut, Liong tidak mau lagi bertemu manusia. Tubuh bau dan lunglai dia bawa jalan tanpa arah menuju utara menyisiri pantai barat. Jika melihat orang, dia sembunyi, kembali melanjutkan perjalanan ketika malam kelam bersipat.

Baju berkubang kotoran, baru bisa dia cuci sesampai di Muaro Batang Piaman jam dua belas malam tegak. Ditempat itu sekaligus dia membersihkan badan, lalu melanjutkan perkelanaan tak bermaksud bertujuan. Selama di sepanjang pesisir pantai, Liong hanya makan mentah ambai-ambai yang mudah ia tangkap.

Berpuluh hari jalan kaki, akhirnya dia memutuskan menetap di sebuah gua di perbukitan, bilangan wilayah Sungai Geringging, Padangpariaman. Di gua itu dia bermukim cukup lama.


Sejumlah makhluk astral menampakan diri, baik siang maupun malam. Liong mulai akrab dengan dunia astral yang menakutkan bagi orang lain. Gua tersebut merupakan portal dimensi astral terbesar kedua di pulau Sumatera.

Nagor, sosok hitam tinggi besar, kepala geng astral di gua itu, karib sejatinya hingga kini. Nagor adalah jelmaan roh tabib berilmu hitam yang sudah mati tujuh ratus tahun silam. Semasa hidup, Nagor merupakan dukun ramuan biriang paling ditakuti.

Biang biriang ramuan Nagor terbuat dari permentasi mayat yang digantung terbalik selama 12 kali bulan purnama. Biang biriang dia tampung di atas sebuah mangkuk perak tepat di atas mayat yang digantung terbalik tersebut. Biriang katumbuahan ala Nagor, tiada obat selain mati.

Semasa dalam bimbingan Nagor, Liong terhitung tiga kali menggali mayat perempuan mati saat mengandung untuk pra-syarat. Seluruh ilmu jahat Nagor diwariskan kepada Liong.

"Hmm.." Liong bangkit dari lamun. Dia pantik sebatang rokok merk Dji'it yang sekali seminggu dibeli oleh Mayang di pasar Lubuak Sikapiang. Mayang adalah gadis jelita transformasi harimau putih. Dia adalah putri semata wayang buah perkawinanya dengan Nafira, peranakan bidadari dari lapis langit keenam, satu tingkat dibawah Dewa. Nafira sendiri peranakan Dewi dengan Jin Ifrit asal Mesir.

Asap rokok dihirupnya dalam-dalam, perlahan menguap lewat hidung dan mulut. Ada sedikit kelegaan batin dia rasakan.

Harimau putih seketika melompat dari arah hutan ke arahnya. Lentingan setinggi lima meter itu sekaligus merubah wujudnya dari sosok bengis harimau ke gadis nan jelita saat menginjakan kaki di tanah berlacah di halaman gubuk bambu itu.

"Lenggang Basa lindungi pemuda itu ayah..!" pekiknya di tengah hujan lebat.

                                                                                                                          bersambung.........................

OLP
×
Berita Terbaru Update