Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tongkat Komando Kota V Abad

21 Juli 2016 | 21.7.16 WIB Last Updated 2016-07-21T14:49:10Z



Mengikuti perkembangan pembangunan Kota Pariaman dari tahun ke tahun dapat kita lihat grafik peningkatannya. Kota dengan luas daratan 73 km² dengan panjang pantai ± 12,7 km serta luas perairan laut 282,69 km² berhadapan langsung dengan samudera Hindia ini memiliki penduduk sekitar 97.000 jiwa, mendapat belanja tiap tahun dari pemerintah pusat sekitar Rp600 milyar yang disebut APBD.

Syahdan, dengan APBD cukup besar dibanding skala jumlah penduduk, ditukuk PAD (pendapatan asli daerah), Kota Pariaman berakselerasi sejak menjadi daerah otonom pada 2 Juli 2002. Pariaman langsung bersolek di sana sini. Semua jalan diaspal hotmix, trotoar berkeramik.

Sejalan pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi perhatian pemerintah. Sekolah digratiskan dari segala biaya sejak tahun 2010 selama 12 tahun belajar, berobat gratis pula dengan hanya menyodorkan bukti kepemilikan KTP. Masih banyak lagi pembangunan SDM di Pariaman yang mendapat sentuhan oleh pemerintah. Keberhasilan itu semua tentu berkat dukungan semua pihak termasuk warga Pariaman sendiri.

Orang Pariaman dikenal memiliki semangat kedaerahan yang tinggi. Jiwa perkerabatan yang diikat tali matriakat (garis ibu) membuat orang Pariaman saling terhubung satu sama lain. Ada saja sejarah keterkaitan antar satu sama lain warga Pariaman asli jika ditelisik dengan seksama. Kalau tidak bersaudara, sepersukuan, sepergalaan. Sidi, Bagindo, Sutan.

Kota Pariaman memiliki sejarah panjang dalam peradaban pesisir barat pulau Sumatera. Sebagaimana ditulis oleh Tome Pieres, bangsawan Portugis dalam bukunya Suma Oriental pada tahun 1513, jauh sebelum Belanda menjajah tanah air, Pariaman adalah salah satu kota pelabuhan penting di pantai barat. Saudagar Arab, Cina, India dan Eropa menjadikan Pariaman sebagai kota pasar perdagangan emas dan rempah-rempah kala itu. Pariaman di abad 17 merupakan bagian dari Kesultanan Aceh.

Pariaman juga merupakan pintu gerbang masuknya agama Islam. Masuknya Agama Islam lewat Pariaman diyakini jauh sebelum Tome Pieres menggoreskan tinta penanya.

Sejarawan, penulis, novelis dan politisi Indra J Piliang menegaskan bahwa Pariaman sudah menjadi kota sejak lima abad silam. Pariaman tempo dulu sudah mensyaratkan disebut sebuah kota di mana terdapat kawasan komersial, residencial, pendidikan, industri dan masyarakatnya heterogen. Pelabuhan Pariaman kala itu dikenal sibuk oleh arus perdagangan. Arus bongkar muat silih berganti dan alat tukar modern (uang) sudah berlaku saat itu.

Di zaman kolonialis Belanda, Pariaman juga merupakan kawasan perkotaan, dibuktikan dengan dibangunnya tiga stasiun kereta api yakni stasiun Pariaman, Nareh dan Kuraitaji. Pariaman juga kawasan maritim yang dihuni para pelaut handal.

Hingga masuknya Jepang menjajah nusantara, Pariaman dijadikan kota benteng pertahanan oleh mereka. Banyak saksi hidup bagaimana ramainya tentara Jepang lalu lalang di Pariaman berpatroli kuda. Topi tentara Jepang yang berjumbai di belakangnya hingga kini masih ada ditemukan pada beberapa orang tua. Kehidupan zaman Belanda dan Jepang masih bisa ditanyakan kepada mereka, bahkan masih ada diantara mereka pasif berbahasa Jepang dan Belanda. Orang Jepang pantang melihat perempuan cantik, maka dari itu para dara Pariaman jelita disediakan kolong bawah rumah untuk bersembunyi.

Diceritakan, orang Jepang di zaman dulu dikenal pendek tapi kuat. Mereka memiliki fisik yang luarbiasa jika dibandingkan orang pribumi saat itu. Pernah diceritakan saat tentara jepang terjatuh di atas kuda saat melesat kencang karena kaki kuda tertungkai akar kayu. Secepat jatuh secepat itu pula dia bangkit lalu kembali menunggangi kudanya tanpa ekspresi kesakitan. Entah mana kuat orang Jepang dengan kuda.

Sedangkan di zaman Belanda diceritakan hukum berlaku sangat ketat. Membawa ayam dengan kepala ke bawah adalah melanggar hukum dan dikenakan denda. Cerita di atas bukti pribumi paham kehidupan di dua zaman tersebut. Tidak susah menggalinya jika kita rajin bertanya.

Bicara kekinian, Pilkada diambang mata. Mukhlis Rahman yang sudah menjabat dua periode oleh Undang-Undang dinyatakan tidak boleh lagi mencalonkan diri. Orang Pariaman sibuk mencari pengganti. Sejumlah nama mulai bermunculan, ada yang sudah beken ada yang baru memperkenalkan diri dengan baliho.

Pilkada Pariaman akan dihelat pada pertengahan tahun 2018, namun bias hangatnya sudah mulai terasa di tahun 2016. Hawa panas itu akibat adanya para calon kandidat memanaskan mesin, dan itu terdengar di oleh calon lainnya, lalu buru-buru melakukan hal yang sama.

Memilih Walikota Pariaman, jika merujuk sejarah panjang daerah itu, kita sama saja memilih simbol daerah yang pernah jaya di beberapa masa. Siapa yang terpilih memimpin Pariaman ke depan, dia akan mematrikan dirinya sebagai pemegang tongkat komando kota berumur lima abad.

Catatan Oyong Liza Piliang



×
Berita Terbaru Update