Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Nasib Dua Bocah Malang di Desa Palak Aneh

13 Juli 2016 | 13.7.16 WIB Last Updated 2016-07-13T13:48:26Z




Andi Maulana (13) dan Adi Darma Saputra (11), panggilan Andi dan Putra, kakak beradik anak dari pasangan Mawardi (41) dan Watrianti (36) warga Dusun Duo, Desa Palak Aneh, Kecamatan Pariaman Selatan tidak mengecap pendidikan karena cacat yang diderita keduanya.


Riza pegang tangan Putra agar tak pukul kepala


Sang kakak Andi lumpuh total dan mengidap penyakit pembengkakan di leher sedangkan Putra bisa berjalan namun punya kelainan mental. Dia suka memukul-mukul kepala dan muka sendiri hingga 50 persen wajahnya benjol membiru. Kepalanya terlihat besar karena benjol di sana-sini. Setiap kali dia kaget dan mendapat tekanan, kepalanya dipukul sekuat tenaga yang tidak dapat dihentikan oleh siapa pun.




Putra bahkan juga sering membenturkan kepalanya ke dinding di rumah itu. Peralatan tajam terpaksa dijauhkan darinya. Anak sebaya tak mau dekat dengannya karena ketakutan. Tidak ada anak-anak yang mau bermain dengannya. Andi dan Putra tak punya teman. Putra dan Andi adalah dua anak dengan masa depan sangat memprihatinkan. Kedua anak ini juga tidak bisa bicara dengan jelas.



Rumah keluarga ini berlantai tanah ukuran 6x8 dengan dua kamar yang hanya disekat tirai. Atap seng rumah penuh tambalan. Jika hujan sebagian bocor basahi ruang dalam rumah. Rumah yang masih kelihatan temboknya luar dan dalam ini belum memiliki loteng. Tidak ada kursi tamu di dalam rumah tersebut. Potret keluarga miskin ini sungguh menggetarkan nurani. Watri, ibu dua bocah itu hanya bisa pasrah dengan keadaan dan kondisi dua buah hatinya tersebut.

Menurut penuturan Watri, kelainan pada kedua anaknya berawal sejak gempa besar 8,4 Sr tahun 2009 yang mengguncang Pariaman. Putra yang tidur dalam kamar kala itu terkubur dalam runtuhan bata sedangkan Andi masuk dalam lemari dan terhempas. Putra mengalami luka dan benturan serius di paha dan kepala, sedangkan Andi mengalami himpitan kuat di paha yang kelak menjadikan dia lumpuh total. Dua bocah diselamatkan oleh pamannya bernama Lukman (24).

"Saat itu di hidung Putra keluar darah, wajah membiru karena tertimpa tembok, Andi yang berlindung dalam lemari dihempaskan ke lantai. Sejak itu Andi tidak bisa lagi berjalan dan bicara," tutur Watri berkaca-kaca.

Kaki dan tangan Andi mengecil setelah kejadian itu. Dua bocah malang ini hidup dalam kefanaan, tiada kehidupan normal seperti anak sebaya yang bermain-main, sekolah, berlari-lari. Tatapan matanya kosong. Mereka hidup dalam pengawasan ibu-bapaknya tiap hari. Kedua anak ini tidak bisa makan sendiri, harus disuapkan.

Anak kedua Putra, setahun usai gempa mulai memperlihatkan gejala abnormal. Dia mulai memukul-mukul muka dan kepalanya dengan kuat. Kadang Putra acap pula mengganggu kakaknya Andi yang lumpuh dengan pemukulan kasar. Putra berubah total usai ditimpa gempa.

"Saat dibawa ke Puskesmas Pasa Gantiang, kata dokternya anak saya menderita Autish Sindrome kemudian dirujuk ke Padang. Sampai di Padang dokter di sana bilang bukan Autish Sindrome, begitu juga kata dokter spesialis anak Pak Robert," sebut Watri yang sehari-hari menjahit bordir orderan di rumah.

Sebagai orangtua, anak adalah segala-galanya bagi mereka. Mereka sangat menyayangi kedua harta titipan ilahi itu meski dalam kondisi cacat. Pasangan ini tidak pernah putus asa dan selalu berharap suatu saat anaknya bisa disembuhkan. Biaya pengobatan untuk kedua anaknya adalah yang terpenting meski harus menjual semua harta yang dia miliki, mulai dari cincin dan gelang emas serta uang tabungan dari suaminya yang berprofesi sebagai tukang jahit upahan.

"Jika ditotal biaya pengobatan buat anak kami sudah mencapai Rp50 juta sejak saat itu. Uang yang sangat besar bagi kami. Saya jual semua emas dan ambil semua tabungan untuk biaya pengobatan Andi dan Putra, namun anak kami tidak sembuh-sembuh. Kini kami tidak punya uang lagi, anak kami tidak lagi mendapat pengobatan, kami sekarang hanya bisa pasrah," imbuhnya meneteskan airmata.

Wanita berperawakan sedang dengan tatapan mata penuh derita itu juga sudah beberapa kali membawa anaknya berobat ke ahli alternatif. Di mana dapat kabar ada ahli pengobatan alternatif yang bagus, kedua anaknya dibawa berobat ke sana. Sesaat uang terkumpul selalu habis. Kini keluarga Watri sangat membutuhkan uluran tangan. Mereka memerlukan kemurahan hati oleh kita semua.

Menemukan rumah keluarga Watri ternyata tidak mudah. Pegawai desa yang kami tanyai di kantornya mengaku tidak tahu. Kepala Desa saat dihubungi, HP nya tidak aktif. Beruntung ada Kepala Dusun bernama Heri Mardi (49) datang menemui kami dan menunjukan rumah keluarga Watri.

Kabar adanya dua anak cacat mental yang perlu penaganan khusus ini kami ketahui dari telpon Ketua DPRD Kota Pariaman Mardison Mahyuddin yang baru saja bertolak dari sana dan mendonasikan sejumlah uang. Kami diantaranya, saya sendiri, Ikhlas Bakri Ketua PWI Pariaman, Tomi Syamsuar wartawan Harian Singgalang dan Muhammad Zulfikar Harahap dari LKBN Antarasumbar sedang rapat evaluasi pesta Pantai yang diadakan oleh Pemko Pariaman dari kacamata jurnalistik.

Tidak menunggu rapat tuntas kami langsung tancap gas ke sana. Tanya sana-sini sama warga tidak ada yang tahu sebelum kami mampir ke Kantor Desa dan bertemu Kepala Dusun Heri Mardi.

Kami sengaja menelpon Riza Saputra anggota DPRD Kota Pariaman daerah pemilihan Pariaman Selatan. Riza yang juga wakil ketua PMI Pariaman dan Ketua KNPI Kota Pariaman itu selang lima menit langsung menemui kami di rumah keluarga Watri. Dia baru sekali itu ke rumah tersebut dan juga baru mengetahuinya.

Kepada Riza kami katakan apa yang bisa dibantu untuk saat ini oleh PMI. Dengan sigap lajang 28 tahun itu menelpon personil PMI untuk bawakan pakaian bekas layak pakai sebanyak tiga karung kecil. Dia juga mendonasikan uang pribadinya kepada Watri.

"Andi dan Putra adalah dua anak yang butuh penaganan oleh dokter khusus setelah melihat kondisinya. Penyakit yang mereka derita bukan penyakit yang pada umumnya diderita anak kebanyakan. Mereka juga butuh pendamping," kata Riza usai mendengar penjelasan dari tenaga ahli PMI yang ikut datang.

Kami juga coba menghubungi Anggota DPRD Fitri Nora, aktivis perempuan yang sekarang duduk di Komisi mitra Dinas Sosial dan Kesehatan untuk mencarikan jalan keluar bagi anak tersebut. Fitri yang berada di luar kota berjanji akan datang Senin depan karena saat ini dirinya bersama keluarga sedang berada di luar kota.

"Saya kenal keluarga itu dan pernah membantunya. Bersama koalisi perempuan kita sempat lobi dan dapat bantuan dari Baznas Kota Pariaman untuk Watri," kata Nora saat ditelpon.

Obrolan masih berlanjut di lantai rumah beralas potongan baliho para caleg. Andi asik bermain-main pintu. Sesekali pintu ditarik kemudian diulur oleh tangannya. Dia tidak pernah bicara dan beranjak dari posisi duduknya. Sedangkan Putra memukul mukanya yang sudah bengkak dengan keras. Kami tak kuasa menahannya. Makin ditahan makin menjadi-jadi. Bengkak di muka dan kepalanya terasa keras bagai tulang rawan karena seringnya dapat pukulan.

Berbagai informasi digali oleh wartawan dari Watri. Ketika hendak pulang setelah beri sedikit bantuan, telpon genggam saya berdering. Kadishubkominfo Kota Pariaman Yota Balad akan menuju ke sana. Dia tahu perihal itu oleh postingan kami di media sosial saat itu.

"Informasi ini mengiris hati saya. Fakta ini menggugah nurani, makanya saya langsung menuju ke sini dan meninggalkan sejumlah agenda penting," kata Yota Balad pemilik klinik Balad Medical Centre yang punya reputasi baik di Pariaman itu.

Selama di sana Yota lebih banyak menggali informasi kepada Watri tentang upaya pengobatan anak melalui BPJS dan sejenisnya. Nama Watri ternyata belum terdaftar di sana meski dirinya mengaku sudah dibantu oleh perangkat desa. Yota Balad kepada wartawan mengatakan akan mengupayakan membantu pengurusan kartu tersebut dan akan mengajak istrinya yang seorang dokter untuk memeriksa kesehatan dua anak malang itu.

Dia terlihat menelpon "orang kesehatan" menanyakan prosedur penanganan Andi dan Putra agar bisa berobat gratis dan dirujuk ke rumah sakit besar di Padang.

"Saya pikir Andi dan Putra perlu ahli terapis disamping pengobatan. Mereka perlu ditangani secara khusus dan rumah sakit yang memiliki tenaga dan peralatan khusus," sebut dia. Sebelum pergi Yota sempat mendonasikan sejumlah uang kepada Watri. Watri terharu menerimanya.

Jika saudara-saudari kebetulan membaca tulisan ini, baik yang ada di ranah maupun di rantau, bantulah keluarga ini. Mari sama-sama kita upayakan yang terbaik bagi kesehatan Andi dan Putra dua bocah bernasib malang. Jadikan mereka memiliki masa depan.

Oyong Liza Piliang
×
Berita Terbaru Update