Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Lipsus Kunker: Lestarinya 9 Abad Kekuasaan Adat

17 Desember 2015 | 17.12.15 WIB Last Updated 2015-12-17T04:30:20Z


Komisi III DPRD Kabupaten Padangpariaman di hari ketiga kunjungan kerjanya di Provinsi Bali menuju Kabupaten Bangli, Rabu (16/12). Rombongan yang dipimpin oleh Ketua Komisi Syafruddin itu disambut oleh Asisten (I) I wayan Lawe, Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata I Wayan Merta dan Bendesa (kepala desa adat) Panglipuran I Wayan Supat di Desa Wisata Panglipuran yang sudah diakui Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB  UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebagai traditional village dunia.

Kabupaten Bangli dengan luas 520.000 Km persegi itu berada di tengah-tengah Provinsi Bali dan merupakan satu-satunya daerah tingkat dua yang tidak memiliki pantai.

I Wayan Lawe menyebutkan Bangli ingin menjadikan masyarakatnya yang Gita Santi atau gigih, ikhlas, taqwa, aspiratif, sejahtera, nyaman, tertib dan indah berdasarkan Tri Hirta Karana yang artinya hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam.

"Motto kita adalah membangun Bali dari Bangli, membangun Bangli dari desa dan membangun desa dari keluarga. Kemudian Sewanam Paromo Dharmah yang artinya melayani merupakan kewajiban yang mulia. Bangli maju tanpa korupsi adalah semboyan kita," kata dia.

Dalam lima tahun terakhir, lanjut dia terjadi lompatan besar pendapatan asli daerah (PAD) di Bangli yang semula di tahun 2010 hanya Rp17 milyar menjadi Rp 88 milyar di tahun 2015.

Di daerah berpenduduk 284.339 jiwa memiliki empat kecamatan, pemerintah kabupaten beriringan dengan pemerintahan adat yang sudah berdiri sejak abad ke-12 itu membangun empat pilar pembangunan. Yakni pilar pendidikan, pilar kesehatan, pilar lingkungan dan pilar ekonomi.

"Kita sudah anggarkan melalui APBD sejak tahun 2011 ADD Desa Rp 58 milyar sehingga pembangunan betul-betul bergerak dari desa," lanjut dia.

Disamping itu, yang tidak kalah menariknya adalah program "nyama anyar" atau keluarga baru di Kabupaten Bangli.

"Pejabat di Bangli mulai dari eselon IV  sampai eselon II menjadi bapak angkat bagi keluarga pra sejahtera. Untuk eselon II kita punya tiga keluarga binaan yang kita ayomi dari segi pendanaan agar mereka terlepas dari jerat kemiskinan. Tiap bulan kita nginap di rumah warga," ungkapnya.

Sementara itu Bendesa Panglipuran I Wayan Supat menyebutkan, desa adat adalah lembaga otonom dan tertua di sistim pemerintahan Bali yang hingga kini eksistensinya terus terjaga. Dalam menjalankan amanah sebagai kepala desa adat dia tidak digaji.

"Sifatnya ngabdi tanpa pamrih. Bendesa bukan bawahan bupati atau gubernur, kita adalah pemerintahan otonom tertua Bali," ujar Supat.

Menurut dia, kepala desa adat tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan karena semua kebijakan diambil dari sidang adat dan mufakat. Hasil musyawarah itulah yang akan dia jalankan sebagai seorang Bendesa.

Pendapatan desa adat, ucap Supat berasal dari upah pungut bagi hasil dengan pemerintah daerah. 40 persen masuk kas adat dan 60 persen masuk kas daerah kabupaten.

Supat lebih jelas menerangkan bahwa Bangli adalah sumber air bagi kabupaten kota lainnya di Bali. Mereka menjaga alam dengan sesuai tradisi adat.

"40 persen kawasan kita adalah hutan bambu makanya atap rumah di sini bambu rajut. Tanah di sini tidak boleh diperjualkan kepada orang yang bukan asli Bangli," ungkap dia.

Desa Panglipuran terletak di ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Cuaca di sana cukup sejuk. Desa yang sudah berumur 9 abad itu tetap sebagaimana dahulunya.

"Kita pertahankan karena tiap susunan dan tata letak rumah memiliki filosofi. Di tahun 2015 desa kami menyumpang PAD Rp1 milyar. Wisatawan yang berkunjung ke sini tiap tahun terus meningkat," imbuh dia.

Sementara itu Ketua Komisi III Syafruddin menyebut, Kunker yang dilakukan di Bangli sangat berarti buat Padangpariaman ke depan dalam membangun daerah melibatkan pemerintahan adat.

Dia menuturkan, sistem pemerintahan di Padangpariaman dahulunya sangat mirip dengan Bangli namun berubah seiring berjalannya waktu.

"Ini merupakan masukan berarti bagi kita dalam rangka peningkatan PAD dari peran desa adat. Selayaknya kita berpikir ke depan bagaimana langkah menerapkan kembali peran adat dalam pembangunan. Di sini kita lihat pemerintah daerah dimudahkan oleh sistem pemerintahan desa adat yang sudah sangat sadar akan perannya, mereka hanya tinggal memolesnya saja sehingga seluruh program pemerintah berjalan mulus oleh sokongan masyarakat," tuntas dia.

Sementara itu, anggota Komisi III Syaiful Leza menambahkan, peran adat budaya Bali sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan pemerintah daerah.

"Karena pejabat daerah adalah bagian dari masyarakat adat yang mesti taat akan aturan tradisi leluhurnya. Jika ada pertemuan adat, jika pun mereka gubernur, harus ikuti prosesi sesuai dengan kewajibannya sebagai komponen adat. Artinya, peran adat dan pemerintahan daerah adalah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan," kata dia.

OLP
×
Berita Terbaru Update