Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Terkendala Masalah ini, Pemkab Kulon Progo Belajar ke Padangpariaman

9 November 2014 | 9.11.14 WIB Last Updated 2014-11-09T15:19:44Z



Setelah sehari sebelumnya bertemu dan berdiskusi dengan Pimpinan Angkasa Pura II di BIM, rombongan kunjungan kerja Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mendatangi kantor Bupati Padang Pariaman di Parit Malintang, Selasa (4/11).

Kedatangan rombongan Pemkab Kulon Progo ini dalam rangka lebih mendalami proses pembangunan Bandara Internasional Minangkabau dan mencari pandangan baru dalam menyelesaikan konflik pembangunan bandara di masyarakat. Hal ini dilakukan tidak lain sebagai bahan perbandingan bagi Pemkab Kulon Progo yang sedang merencanakan pembangunan bandara akibat rencana pemindahan Bandara Adisucipto di Kota Yogyakarta ke wilayah Kabupaten Kulon Progo.

Kedatangan rombongan ini dipimpin oleh Asisten II Kabupaten Kulon Progo, Triyono didampingi Kepala Bagian Teknologi Informasi dan Humas, Rudy Widiyatmoko, Kasubag Humas, Arning Rahayu, Kasubag Data Informasi, Heri Widodo, Direktur Kepesertaan dan Keuangan Angkasa Pura I, Aryadi Subagyo serta wartawan cetak dan elektronik Provinsi DIY. Rombongan Pemkab Kulon Progo disambut oleh Asisten II Padang Pariaman, Ali Amran, Kabag Humas, Hendra Aswara, Kabag Pemerintahan Umum, Rosihan Anwar dan Sekretaris Dinas Perhubungan
 & Kominfo, El Abdes Marysam di ruang rapat Sekretariat Daerah Kabupaten Padang Pariaman.

Berdasarkan pemaparan Triyono, menyambut pemindahan Bandara Adisucipto ke Kulon Progo, Pemkab telah menyediakan lahan seluas 668 Km lebih. Di lahan ini terdapat 614 kepala keluarga yang menempati lima desa dan enam dusun yang harus direlokasi. "Untuk menggunakan lahan dan merelokasi penduduk inilah kami menemui kesulitan. Untuk itulah kami ingin belajar ke Padang Pariaman. Bagaimana pengalaman dan cara yang terbaik dalam melakukan relokasi ini," tanya Triyono.

Menurut Triyono, Bandara Adisucipto akan dipindahkan ke Kulon Progo karena landasan pacu bandara pendek. Sekeliling kawasan bandara adalah bukit yang berbahaya untuk jalur penerbangan. Sementara itu, jumlah penumpang diperkirakan akan naik menjadi 6 juta lebih. "Saat ini saja, rata rata 100 penerbangan per hari. Bandara sudah sangat ramai dan tidak layak lagi menjadi bandara internasional," katanya lagi.

Dengan kondisi yang tidak bisa lagi diperluas, pilihan terbaik adalah memindahkan bandara ke daerah yang lebih luas dan Pemerintah Provinsi DIY memutuskan daerah Kabupaten Kulon Progo menjadi lokasi paling ideal karena berad tidak jauh dari Kota Yogyakarta, hanya 25 Km.

"Ternyata, rencana pemindahan ini tidaklah semudah di atas kertas. Di lapangan kami menemukan banyak penolakan keras dari masyarakat setempat," jelas Triyono. "Bersama ini kami juga mengajak rekan-rekan pers yang nantinya akan membantu mensosialisasikan proses pemindahan bandara di Sumbar ke masyarakat Kulon Progo," lanjut Triyono.

Menjawab pertanyaan, Asisten II Ali Amran menjelaskan bahwa proses pemindahan dan pembangunan BIM di kawasan Kab. Padang Pariaman pada awalnya memang mendapat penolakan keras juga dari masyarakat. Masyarakat pada awalnya takut dan khawatir dengan pindahnya mereka dari tanah tempat mereka mencari penghdiupan akan menyengsarakan mereka. "Untuk memudahkan, pemerintah menjelaskan rencana pembangunan bandara kita harus mengikutsertakan tokoh masyarakat setempat agar maksud dan tujuan rencana kita mudah dipahami masyarakat," jelas Ali Amran.

Lebih jauh Ali Amran menjelaskan bahwa tokoh masyarakat yang dimintakan bantuannya salah satunya adalah Bahrul Rajo Sampono, salah seorang Raja yang sebelas di wilayah kenagarian Batang Anai. "Mamak Rajo Sampono dan tokoh masyarakat lainnya lah yang sangat berjasa memudahkan rencana pemindahan bandara dari Tabing ke Ketaping sekarang ini," tekan Ali Amran.

Sementara itu, menjawab pertanyaan Triyono, apa saja yang diperoleh Pemkab dan masyarakat setempat dengan keberadaan bandara, Ali Amran menjawab: "Dengan adanya pusat keramaian dan lalu lintas manusia, Ketaping khususnya mendapat berkah dengan keberadaan bandara."

Ali Amran menjelaskan bahwa dengan hadirnya BIM, maka banyak terbuka peluang usaha di wilayah Ketaping. Seperti misalnya penginapan orang, penginapan kendaraan, rumah kontrakan, cuci mobil kendaraan, usaha oleh-oleh, belum lagi yang bisa diterima bekerja di bandara.

"Dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan angka-angka PDRB, sektor perhubungan dan transportasi menyumbang angka tertinggi dibanding sektor lainnya," jelas mantan Kadis Pertanian ini.

"Di bandara, kita juga diperbolehkan memungut donasi sukarela yang merupakan satu satunya di Indonesia," tambah El Abdes Masryam.

"Jadi, dengan hadirnya lembaga pelayanan publik yang menampung banyak lalu lintas manusia dan barang, bagaimanapun akan terjadi perubahan dan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Tergantung kita di pemerintahan yang memanfaatkan kondisi demikian. Apakah akan kita manfaatkan untuk kepentingan daerah dan masyarakat atau kita biarkan saja, terpulang kepada pemerintah daerah," tutup Ali Amran mengakhiri pertemuan siang itu.

Pertemuan diakhiri dengan saling bertukar vandel masing-masing instansi.


ASM
×
Berita Terbaru Update