Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

IJP: Politik dan Keamanan di Sumbar

15 Desember 2013 | 15.12.13 WIB Last Updated 2013-12-16T13:32:32Z




Tahun 2014 adalah tahun politik. Hawanya sudah mulai masuk di penghujung tahun 2013 ini. Sebagai tahun politik, tentunya terjadi persaingan yang hebat di antara pendukung dan peserta pemilihan umum 9 April 2014 dan pendukung pasangan dalam pemilihan presiden-wakil presiden pada 9 Juli 2014. Aksi kriminalitas yang melibatkan kalangan calon anggota legislatif juga sudah terjadi. Belum lagi beragam aksi penangkapan terkait pemakaian narkoba, termasuk ganja atribut peserta pemilu juga sudah tampak di jalanan. 

Jika bicara tentang ASEAN Community 2015, dalam kaitannya dengan aspek politik dan keamanan, terutama di Indonesia umumnya dan Sumatera Barat khususnya, tentulah harus dilihat dari sisi keluar masuknya barang dan manusia yang menuju Sumatera Barat dari negara-negara anggota ASEAN. Begitupula sebaliknya, seberapa banyak warga Sumatera Barat bepergian ke negara-negara ASEAN, termasuk barang dan jasa yang dijadikan transaksi. Pergerakan barang dan jasa tentu menyasar pelabuhan, baik udara, darat maupun laut. Perjalanan tanpa visa memudahkan bagi siapapun untuk bepergian.

ASEAN adalah salah satu kawasan yang memiliki nilai-nilai tersendiri. Kawasan ini mampu mengubah nilai-nilai dari luar menurut sistem budaya yang dianut. Kalaupun ada kawasan yang menjadi Barat dalam kebudayaan, Barat itu tidak serta merta menjadi duplikasi dari Eropa atau Amerika Serikat. Begitupun, kalaupun ada kawasan yang menjadi Timur, tidak serta merta sama atau mirip dengan China, misalnya. Beragam kebudayaan yang bertemu di kawasan ini adalah buah dari denyut sejarahnya sendiri yang berbeda satu sama lain. 

Thailand, misalnya, tidak menghadapi kolonialisme secara langsung. Vietnam mendapatkan kepercayaan diri akibat “menang” perang melawan Amerika Serikat. Kamboja pernah terjebak dalam sejarah panjang rezim otoriter. Myanmar (atau Burma) sedang berupaya memulihkan diri sebagai bangsa yang juga menganut demokrasi. 

ASEAN menjadi kawasan yang diminati, karena pertumbuhan ekonominya yang nyaris stabil. Sekalipun sempat mengalami krisis pada tahun 1997-1998, kawasan ini sudah mampu bangkit lagi sebagai tujuan investasi dunia. Ketika sejumlah negara di Eropa masih sulit bangun dari keterpurukan ekonomi, kawasan ASEAN menampilkan diri sebagai kumpulan negara yang stabil secara ekonomi. Tentu hal ini tidak terlepas dari kebangkitan ekonomi China, sebagai negara besar yang berbatasan dengan negara-negara ASEAN. Daya serap China begitu besar, terutama untuk produk-produk dari kawasan ASEAN, termasuk dan mungkin terutama sumberdaya alamnya.

***

Indonesia akan menjadi perhatian utama di kawasan ASEAN tahun depan, terutama menjelang pergantian Presiden dan Wakil Presiden. Sekalipun tahun ini terjadi aksi besar-besaran penentang Perdana Menteri Yinchuck di Bangkok, pengaruhnya tidak sebesar pergantian pemerintahan di Indonesia. Indonesia masih menjadi kekuatan ekonomi terbesar di kawasan ASEAN. Sokongan jumlah penduduk dan sumberdaya alamnya, masih menjadi jangkar utama stabilitas ekonomi, politik dan keamanan di ASEAN. Bayangkan kalau di Indonesia terjadi krisis ekonomi, apalagi krisis politik, kawasan di sekitarnya dengan sendirinya juga mengalami krisis. Krisis di negara ASEAN lain, belum tentu krisis bagi Indonesia. Sebaliknya, krisis di Indonesia, berarti krisis bagi kawasan ASEAN. 

Masalah Indonesia tentulah terkait dengan pemerataan pembangunan, ketimpangan antara Jawa dengan Luar Jawa atau antara Indonesia Barat, Indonesia Tengah dengan Indonesia Timur. Jumlah penduduk Indonesia di Pulau Jawa sekitar 65%, sementara di luar Pulau Jawa sebanyak 35%. Pulau Jawa yang bahkan tak lebih luas dari Kalimantan Barat, menjadi pulau terpadat di Indonesia dan paling konsumtif. Pengembangan daerah-daerah di luar Pulau Jawa dalam era desentralisasi, dekosentrasi dan tugas perbantuan sejak tahun 1999, belum sama sekali mampu menjadikan penduduk Pulau Jawa melakukan migrasi atau transmigrasi. 

Dapat dibayangkan kemajuan yang akan terjadi di Indonesia, apabila daerah-daerah di luar Pulau Jawa juga berkembang dengan baik. 

Otonomi daerah di Indonesia tentu membawa serta dan membangkitkan budaya lokal yang selama ini terpinggirkan. Sentimen itulah yang kemudian memunculkan sikap untuk mengajukan daerah-daerah baru. Muncul konflik seputar pemekaran daerah. Sementara pilkada sendiri tidak banyak berbuah konflik. Kalaupun terjadi, hanya melibatkan pihak yang kecewa atas hasil, bukan berdasarkan kepentingan lain, misalnya klan atau etnis. Sebagai negara yang paling berkembang demokrasinya, Indonesia sebetulnya bukanlah titik rawan bagi sektor keamanan. Kotak-kotak suara sama sekali bukan ajang konflik. 

Dari sinilah kita memotret, apakah akan ada gangguan keamanan di dalam menghadapi pileg dan pilpres tahun depan. Dari banyak data sebelumnya, sama sekali jarang gangguan keamanan sepanjang pemilu dan pilpres. Masyarakat Indonesia pada prinsipnya mendukung demokrasi, sehingga pemilu dan pilpres menjadi semacam perayaan bersama. Perayaan pada hakekatnya adalah pesta. Pesta demokrasi. Semangat berpesta dalam demokrasi itu sudah tertanam lama. Bukan orang takut kepada kepala-kepala daerah untuk tidak hadir di kotak suara, melainkan segan kepada tetangga kenapa tak datang. Begitulah, pileg dan pilpres sama sekali bukan faktor yang memicu konflik di tengah masyarakat Indonesia.

***

Kembali ke Sumbar, masalah utamanya lebih banyak ke kriminalitas, baik berupa pencurian, perampasan, sampai kekerasan dalam kejahatan di rumah dan jalanan. Yang lain adalah tingginya pengguna narkoba, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Narkoba ini menjadi masalah besar, terhubung dengan kawasan ASEAN secara umum. Mudahnya orang keluar masuk pelabuhan laut, misalnya, bisa serta merta membawa barang-barang haram itu. Belum lagi peredaran narkoba ini juga terjadi di kalangan penegak hukum. Sudah banyak berita betapa polisi, jaksa, hakim, sampai guru juga menggunakan narkoba. 

Di luar itu, kejahatan seksual. Dampak kehadiran internet begitu menakutkan. Kejahatan seksual juga terjadi akibat tingginya tingkat pemakai social media, seperti twitter dan facebook. Kasus pembunuhan “berantai” di Sumatera Barat dengan medium facebook menghebohkan Sumbar. Belum lagi penipuan via facebook dengan motif investasi atau orang luar yang ingin menanamkan uangnya di Indonesia, hasil “kejahatan” di negaranya. Para penipu canggih itu sebagian sudah ditangkap. Mereka mayoritas terdiri dari orang-orang asing, termasuk dari Korea Selatan. Mereka menggunakan teknologi untuk menipu korbannya. 

Konflik terbuka di Sumatera Barat terkait dengan masalah-masalah lama, yakni tanah ulayat. Investasi berupa perkebunan di Sumbar masih menyisakan persoalan klaim tanah ulayat, sebagaimana juga terjadi di bidang pertambangan dan energi. Sentimen agama juga kuat, terkait dengan rencana pendirian RS Siloam di Padang. Hal ini secara umum masih bisa ditanggulangi oleh aparat keamanan, mengingat pihak-pihak yang terkait bisa langsung dipetakan. Mereka adalah tokoh-tokoh masyarakat sendiri, bukan kelompok massa yang tiba-tiba menjadi beringas, lalu melakukan aksi-aksi kekerasan. 

Dengan demikian, dampak kekerasan komunal sama sekali bisa dihindari di Sumbar. Yang perlu diantisipasi adalah kekerasan secara individual. Di sinilah kita mengenal konsep social security (keamanan sosial), human security (keamanan kemanusiaan), bukan state security (keamanan negara) dalam skala nasional. Di sinilah perlunya training-training pengamanan lingkungan, bukan hanya dengan cara memagari nagari, bahkan lebih jauh lagi masuk ke tingkat keluarga. Soalnya, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi bisa berarti ada pihak yang saling berhubungan, di dalam kamar, tanpa diketahui oleh niniak mamak ataupun wali nagari. 

Apalagi, perang moderen tidak lagi bisa dimaknai sebagai pendudukan bersenjata. Perang moderen berarti penguasaan teknologi – dan pengendaliannya --. Kita mengenal konsep cyber war, yakni perang di dunia cyber, perang di internet, dengan cara membobol situs-situs antar negara. Para hacker Indonesia dikenal lebih menguasai bidang cyber war ini, sekalipun – belum tentu – menjadi satuan khusus yang sengaja dibentuk. Pornografi menurut saya juga bagian dari perang moderen, bahkan juga peredaran narkoba, sebagaimana Perang Candu yang terjadi di China (dengan Inggris) pada pertengahan abad ke-19. 

Di atas semua itu, perang yang sebenarnya adalah perang di bidang ilmu pengetahuan. Dan strategi memenangkan perang itu tentulah dengan memperbanyak dan memperluas penguasaan ilmu pengetahuan bagi rakyat Sumbar, khususnya, Indonesia, umumnya. Anggaran pendidikan bukanlah solusi utama, apabila anggaran itu lebih banyak masuk ke bidang infrastruktur, ketimbang distribusi ilmu pengetahuan berupa buku-buku, jurnal, koran, dan lain-lainnya. Distribusi itu dengan sendirinya juga diikuti dengan beragam kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, baik berupa seminar, diskusi, debat, training, dan lain-lainnya. Bukankah Sumbar sudah mendeklarasikan dirinya sebagai industri otak? Wallahu ‘Alam.

Catatan Indra Jaya Piliang

×
Berita Terbaru Update