Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kota Parit Malintang Pusat Peradaban Baru Padang Pariaman

24 Oktober 2013 | 24.10.13 WIB Last Updated 2013-11-05T16:10:10Z

Akhir-akhir ini terjadilah perdebatan ditengah masyarakat Piaman, terutama masyarakat lapau. Tepatnya, setelah mereka mengetahui regulasi atau aturan Pemda Padang Pariaman yang dituangkan dalam RTBL, RDTL. Isinya menyatakan, rencana pembangunan pusat perkantoran terletak di satu titik koordinat luas 100 hektare dari Gedung Kantor Bupati Padang Pariaman.

Disimpulkan, pembangunan perkantoran hanya dibangun seluas 100 hektare dekat kantor bupati dan tidak bisa dikembangkan secara menyeluruh di Nagari Parit Malintang. Sehingga, mereka yang selalu mengikuti perkembangan pembangunan Ibu Kota Kabupaten (IKK) Padang Pariaman menyayangkan regulasi itu lahir.

Masyarakat menilai, mau dijadikan apa IKK di Parit Malitang itu ke depan. Ini pertanyaan yang muncul di tengah masyarakat. Menjawab pertanyaan masyarakat di atas tidaklah mudah. Sejarah pembangunan suatu ibu kota menjadi kota mandiri modern di mana pun negaranya, sudah dipastikan akan membutuhkan sumber daya yang besar dan waktu yang panjang. Sehingga, ketika mengembangkan pusat ibu kota harus memiliki visi dan misi yang jauh ke depan, tentunya tidak membingungkan masyarakat.

Jika membaca sejarah kota baru yang dibangun sebagai pemindahan pusat kekuasaan atau pusat pemerintahan kerajaan, negara, provinsi atau kabupaten banyak hal yang bisa dilihat. Contoh, pemindahan pusat kerajaan Mataram oleh Sultan Agung dari Karta ke Plered awal abad 17. Atau, pembangunan Kota Batavia di tempat reruntuhan Kota Sunda Kelapa oleh VOC awal abad 17 karena Batavia dianggap strategis sebagai pusat perdagangan dan pusat kekuasaan VOC di Kepulauan Nusantara dibanding Ambon dan Ternate yang saat itu merupakan pusat perdagangan dan pusat kekuasaan VOC.

Begitu juga sejarah dan penyebab dengan pemindahan ibu kota baru Ria ke Pekanbaru. Tujuan pemindahan dari Tanjung Pinang, karena alasan politik, untuk mengurangi pengaruh Singapura dan Malaysia. Bahkan, saat itu mata uang yang digunakan di Tanjung Pinang adalah mata uang yang berlaku di Singapura dan harga-harga dinyatakan dalam mata uang tersebut. Pembangunan Kota Janto sebagai ibu kota baru Kabupaten Aceh Besar yang semula berada di Kotamadya Banda Aceh juga sama. Begitu juga pemindahan ibu kota Kabupaten Bogor dari Kotamadya Bogor ke Cibinong. Semuanya selalu mempertimbangkan banyak hal yang pada akhirnya bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat.

Dari pengalaman sejarah pindahnya ibu kota dan dibandingkan dengan kondisi pembangunan IKK Padang Pariaman sekarang, memang jauh berbeda. Sehingga, sangatlah pantas ada berdebatan yang mendalam di tengah masyarakat terhadap perkembangan IKK.

Dilihat dari rencana awal pembangunan IKK yang ada di Nagari Parit Malintang sacara landasan hukum sudah dituangkan dalam aturan. Semua bisa dijadikan rujukan pemerintah daerah untuk pengembangan. Misal, sudah diatur dalam PP No. 79 Tahun 2008, dan sudah dijabarkan juga oleh Peraturan Daerah tentang 9 Kawasan Strategis Padang Pariaman yang isi menjelaskan bahwa pembangunan IKK berkonsep melahirkan kota mandiri. 

Sangat pantas, harapan masyarakat Padang Pariaman besar terhadap IKK tersebut. Seperti, masyarakat berharap agar IKK itu ke depan menjadi pusat pemerintahan nan rancak, menjadi pusat bisnis dan pedagangan, menjadi pusat pelayanan publik terbesar di Sumatra Barat. Menjadi pusat bermukim/menginap ramah lingkungan dan disenangi, dan bisa juga jangka panjang menjadi ibu kota provinsi Sumatra Barat dari Kota Padang.

Begitu juga dengan masyarakat setempat. Masyarakat 2x11 Enam Lingkung tidak akan merasakan efek pembangunan perkantoran secara ekonomi jika pembangunan hanya berada di radius koordinat luas 100 hektare yang diatur dalam RTBL, RDTL oleh Peraturan Bupati tersebut. Masyarakat ingin, pembangunan kantor SKPD menyebar di kawasan Nagari Parit Malintang, merata dibangun di setiap korong.

Parit Malintang merupakan pusat pemerintah yang 100 tahun ke depan harus menjadi kebanggaan daerah Padang Pariaman. Secara teori akademis, peluang pendirian suatu pusat ibu kota merupakan kesempatan terbesar untuk melakukan penataan indahnya suatu daerah jangka panjang, dan kesempatan juga membangun peradaban baru Padang Pariaman.

Sekarang, sebelum terlanjur membangun pusat pemerintah sesuai aturan RTBL, RDTL tersebut, maka usulan penulis agar semua pihak mendesak regulasi pembangunan IKK dikembalikan pada konsep penataan suatu ibu kota yang menjadi kota mandiri modern, atau Kota Mandiri Parit Malintang nan rancak. Suatu kota yang tidak hanya membangun pusat perkantoran pemerintah, tapi juga harus terbangun pusat bisnis/perdagangan, pusat pertumbuhan di sektor publik, pusat wisata alam kota dan pemukiman ideal kota ramah lingkungan.
Semua harapan tersebut bisa dijalankan dengan baik, karena Pemda Padang Pariaman masih memiliki waktu, ruang dan biaya, untuk bisa mewujudkannya. Jika ada kemauan dan tekad, semua bisa direalisasikan. Imbauan kepada seluruh pemangku kepentingan di Padang Pariaman, mari mencoba memberikan kontribusi dalam bentuk investasi nyata agar terciptanya Kota Mandiri Parit Malintang nan rancak menuju pusat perdaban baru Padang Pariaman yang bisa dimanfaatkan anak cucu nantinya.

Catatan Yohanes Wempi
×
Berita Terbaru Update