Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Hukum Lemah Faktor Kesejahteraan Rendah ?

8 April 2013 | 8.4.13 WIB Last Updated 2013-04-09T08:43:19Z




Salah satu survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang baru saja dirilis menyatakan rendahnya kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum untuk bertindak adil dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Hasil survei menunjukkan angka 46,7 % publik tidak percaya sama sekali pada aparat penegak hukum (yang percaya sebesar 42,2%) ; Yang paling berbahaya adalah persepsi publik terhadap aparat penegak hukum itu sendiri,bahwa mayoritas publik juga cenderung percaya bahwa proses hukum yang dilakukan aparat hukum di Indonesia mudah diintervensi oleh kepentingan-kepentingan tertentu,contohnya pihak-2 yang bermasalah dengan hukum mempunyai kedekatan personal dengan aparat hukum atau mereka memberikan kompensasi materi kepada aparat penegak hukum.

Peneliti dari LSI tersebut juga menyatakan bahwa profesionalisme dan kesejahteraan aparat hukum dibutuhkan untuk meminimalisir potensi intervensi kepentingan di luar hukum. “Yang mendorong orang korupsi, polisi menilang, itu karena kesejahteraan, mereka tidak puas dengan kesejahteraan. Faktor kesejahteraan itu penting,” Benarkah demikian…?

Pernyataan dari peneliti LSI tersebut perlu dikaji lebih mendalam,sebab sejak era reformasi ini tindakan koruptif para penyelenggara negara termasuk aparat penegak hukum dan politisi selalu yang disalahkan adalah faktor kesejahteraan. Padahal sudah banyak dijumpai,walau gaji dan kompensasi yang diterima oleh aparat penegak hukum dinaikkan sekian kali lipat,tetap saja mereka koruptif. Contoh kasus hakim,jaksa,polisi tertangkap tangan menerima suap sudah berapa kali terjadi di Indonesia…? Padahal hakim sudah dinaikkan gaji dan kompensasinya secara luar biasa.

Tindakan koruptif sebenarnya tidak ada hubungannya dengan faktor kesejahteraan,seringkali alasan itu menjadi kambing hitam dikarenakan itulah yang pertama kali keluar dari mulut masyarakat bila selalu ditanya “apa penyebab korupsi…?” ; Itu wajar terjadi,sebab dimanapun (perusahaan,dsb) setiap orang (karyawan swasta,PNS,dsb) kalau ditanya tentang “masalah mentalitas” tersebut selalu menghubungkan dengan pendapatan yang mereka terima. Tujuan akhirnya adalah agar mereka diberikan kompensasi yang besar (relatif) karena yang dilihat oleh mereka adalah materi.

Orang berbuat korupsi adalah faktor sikap dan moralitas. Rasa tidak pernah puas diri dan selalu melihat segala sesuatu dengan ukuran materi lah yang membuat orang kemudian melakukan tindakan korupsi. Sejak reformasi,pendidikan dasar di Indonesia kurang mengajarkan sikap Budi Pekerti (rasa malu,hormat,dsb) serta menjaga hidup dengan sosial budaya yang sederhana. Lihat saja pertumbuhan kelas menengah dan orang kaya di Indonesia,mereka tidak digali darimana mendapatkan kekayaan tersebut,tetapi media dan publik lebih silau dengan kondisi mereka sekarang ada seperti apa. Apakah kekayaannya diperoleh secara ilegal atau tidak,masyarakat seperti tidak peduli lagi. Apalagi kalau para koruptor itu berbuat “amal” dengan membagi-bagi sebagian kecil hasil korupsinya ke rumah-2 ibadah,para ulama dan sebagainya. Justru pujian yang didapat oleh mereka.

Sebuah contoh kecil : Coba saja kalau Irjen Pol.Djoko Susilo tidak tersangkut kasus korupsi Simulator SIM,mungkin semua calon perwira di Akademi Kepolisian di Semarang serta ulama-2 yang pernah merasakan pemberiannya sangat membanggakan sikap sosialnya, kedermawananya,dsb. Sebab yang dilihat oleh mereka hanya materinya saja,darimana kekayaannya mereka sudah tidak mau peduli lagi…! Demikian pula yang terjadi pada orang-2 kaya dan kelas menengah yang ada di Indonesia,dimana dengan bangga sekarang hidupnya bergelimpang harta dan berlaku “sok sosial”….Apakah publik pernah mempermasalahkan darimana kekayaannya…?

Kondisi mayoritas masyarakat Indonesia pun sekarang sungguh memprihatinkan,sikap materialisme dengan menghalalkan segala cara telah merubah tatanan nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap ini secara tidak sadar akibat perilaku para politisi dan penyelenggara negara di era reformasi yang telah menularkan virus “koruptif” yang berbahaya ke sendi-2 kehidupan setiap rumah tangga rakyat Indonesia. Moralitas kemunafikan menjadi bagian dalam kehidupan rumah tangga warga negara Indonesia saat ini. Seorang anak dan isteri/suami mungkin tidak peduli lagi bagaimana mereka bisa hidup mewah,darimana penghasilan yang didapat,asalkan mereka merasakan hidup enak…! Apakah orang-tuanya berbuat korupsi,menjual diri atau pun menjual barang terlarang,menyuap,dsb sudah tidak ada rasa peduli lagi…! Semuanya diukur dengan materi.

Oleh karena itu,sebaiknya tidak ada lagi hasil survei yang juga “menghalalkan” faktor kesejahteraan sebagai biang masalah korupsi,sebab faktor koruptif seseorang bukan masalah kesejahteraan,tetapi faktor sikap dan moralitas…! Pemerintah Indonesia kalau tidak mau menyadari hal ini dan memperbaikinya,maka urusan bela negara kedepan sangatlah sulit sekali. Sikap materialisme akan melahirkan pengkhianat negara seperti yang terjadi pada zaman penjajahan atau kolonialisme dulu. Di era globalisasi,pengkhianatan terhadap negara lebih mengerikan karena negara-2 asing akan menguasai ekonomi suatu bangsa secara “maya” atau tidak terlihat…! Bukan fisik penguasaan seperti era kolonialisme lama,tetapi cukup dengan merusak kehidupan masyarakat dengan iming-2 materi dan akhirnya mereka menjadi jahat,pengkhianat serta menjual negara ini tanpa merasa bersalah. Sebab para pengkhianat negara dapat berpindah tempat ke negara lain tanpa rasa bersalah,bangga sebagai orang yang sangat kaya raya karena menjual negara….!

Sekali lagi,bangsa ini harus menyadari secepatnya untuk berbalik arah dari sikap atau mentalitas koruptif ke sikap yang benar,tidak memandang materi sebagai segala-galanya,tetapi moralitas dan budi pekeri yang luhur dan baik perlu diutamakan….!
Bagaimana dengan anda…?

catatan Mania Telo Freedom Writers Kompasianer
×
Berita Terbaru Update