Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pak Beye, Kami Tak Mau Lagi Disuguhi “Prihatin” dan “Satgas”

8 Oktober 2012 | 8.10.12 WIB Last Updated 2012-10-09T03:37:06Z
13496798611193887934
(foto : forum.detik.com)


Ada ciri khas SBY dalam menghadapi masalah-masalah yang terjadi di negeri ini, yaitu LAMBAN bersikap. Bahkan sekedar mengeluarkan pernyataan pun acapkali harus dikecam publik dan para pengamat dulu, barulah beliau mau bicara. Semisal soal penangkapan 3 karyawan Departemen Kelautan oleh Malaysia, dipancungnya TKW asal Indonesia di Arab Saudi dan masih banyak kasus lain lagi.
Tapi tak selamanya SBY lamban, kalo hal itu menyangkut dirinya dan partai yang didirikannya, SBY sangat sigap dan cepat menyikapi. Semisal ketika Nazaruddin baru kabur ke Singapura lalu ada sms yang mengatasnamakan Nazaruddin dan isinya sangat mendiskreditkan SBY, maka tak perlu menunggu lama,saat di bandara Halim menjelang lawatan ke luar negeri pun SBY menyempatkan bereaksi keras atas hal ini. Juga ketika sebuah stasiun TV menayangkan wawancara melalui Skype antara Iwan Piliang dengan Nazaruddin, besoknya SBY langsung menghimbau agar Nazar pulang dan menyelesaikan masalahnya di tanah air. Juga ketika Angelina Sondakh ditetapkan sebagai tersangkja oleh KPK, hari Minggu pun SBY langsung menggelar pertemuan tertutup dengan para petinggi dan deklarator Partai Demokrat. Bahkan sore hari itu pula SBY langsung mengadakan jumpa pers, tak perlu menunggu hari kerja. Pernah pula SBY cepat berkomentar, yaitu ketika kasus beredarnya video porno Ariel Peterpan. Entah seperti apa SBY menyusun skala prioritas mengurus negara.

Kalaupun akhirnya SBY tampil di depan publik, pernyataan sikap SBY selalu melahirkan 2 hal : ungkapan “prihatin” dan pembentukan “satgas”. Dalam kasus TKW yang dihukum pancung di Arab Saudi, SBY yang sudah sangat terlambat bersikap, ujung-ujungnya membentuk “satgas”. Begitu pula ketika krisis cicak vs buaya jilid 1 tahun 2009 lalu. Setelah didesak banyak pihak, SBY akhirnya memberikan pernyataan dan membentuk Tim 8 yang diketuai Adnan Buyung Nasution. Sayangnya, setelah Tim pimpinan Buyung memberikan rekomendasinya, SBY malah menunda-nunda untuk melaksanakan rekomendasi itu. Bahkan akhirnya, dibentuklah Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, yang diantaranya diawaki Denny Indrayana, yang kini malah tak jelas hasil kerjanya. Benarkah Satgas itu sudah berhasil memberantas mafia hukum?

13496805291889158097
Aksi massa dukung KPK (foto : tribunnews.com)

Hari ini rencananya Presiden SBY akan menyikapi kisruh yang terjadi antara Polri vs KPK, setelah kemarin Mensesneg Sudi Silalahi menyampaikan pesan bahwa Presiden “mencermati” apa yang terjadi dan berpendapat bahwa yang terjadi belumlah terlalu genting, tidak separah yang digembar-gemborkan. Menyedihkan sekali, begitu banyak pihak sudah bergerak sejak Jumat malam sampai Sabtu dini hari dan gemanya menjalar ke berbagai daerah, masih dianggap belum parah. Apakah Presiden menunggu reaksi massa yang marah lalu bertindak anarkhis dengan cara mereka sendiri, baru Presiden SBY menganggap parah?

Aneh sebenarnya kalau Presiden SBY selama ini memilih diam, meski konflik Polri vs KPK sudah berjalan selama hampir 3 bulan. Kini setelah berbagai pihak dengan geram mempertanyakan “dimana Presiden?!” bahkan singakatan KPK pun diganti menjadi Kemana Presiden Kita, barulah SBY “berjanji” akan menengahi kasus ini. Akankah SBY benar-benar “bertindak” dan tidak sekedar “beretorika”?! Kali ini tak cukup kata “saya prihatin”. Keprihatinan itu sudah jadi milik publik sejak 3 bulan lalu.Kini keprihatinan itu sudah berubah menjadi kegeraman dan sebentar lagi meledak jadi kemarahan massal.

Tak cukup pula sekedar menunjuk sekelompok orang-orang dekatnya yang ingin diberinya “pekerjaan” untuk membentuk satgas baru. “Negeri 1001 Satgas” itu julukan yang diberikan rakyat setiap kali SBY membentuk satgas baru. Sebab satgas – yang biasanya beranggotakan staf ahli Presiden atau para mantan pejabat – sama sekali tak punya kewenangan menindak atau mengeur dan menginstruksikan suatu langkah kongkrit, baik kepada Pinpinan KPK maupun kepada Kapolri.

1349680679920332837
Apa Presiden SBY tidakmalu sampai disindir sedemikian keras di media sosial (foto : dari facebook)
Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas TNI dan Polri. Presiden yang menunjuk siapa yang akan jadi Kapolri, meski penetapannya setelah melalui fit n proper test di DPR. Presiden bisa menegur Kapolri, kalau ia mau. Hanya butuh komitmen dan ketegasan saja. Presiden bisa langsung menginstruksikan dan tidak sebatas menghimbau. Jika instruksinya diabaikan, Presiden bisa menegur keras bahkan bila perlu mencopot petinggi Polri yang membangkang dari instruksinya. Masalahnya hanya satu : maukah dan beranikah SBY bertindak tegas?!

SBY pernah menegur keras anak SD yang tertidur karena kelelahan saat mendengarkan pidato SBY yang mungkin membosankan bagi anak seusia itu. Kalo sekedar seorang anak tak memperhatikan pidatonya saja SBY berani menegur, bagaimana sikap SBY pada Kapolri? Tampaknya kali ini kita pun tak bisa berharap terlalu banyak. Sebab janji “menengahi” yang semula saya kira SBY akan benar-benar hadir sebagai penengah dalam pertemuan Pimpinan KPK dan Pinpinan Polri, ternyata tak demikian jadinya. Pertemuan itu diserahkan pada Mensesneg Sudi Silalahi. Sedangkan SBY hanya akan memberikan pernyataannya nanti malam setelah mendapatkan laporan dari Sudi.
Tentu efektivitas keputusan yang diambil SBY akan berbeda jika SBY sendiri yang turun tangan menjadi penengah dalam pertemuan Ketua KPK dan Kapolri

SBY bisa langsung mendengar pemaparan versi keduanya, menakar kebenaran fakta apa yang terjadi Jumat malam di Gedung KPK, menelaah seberapa jauh perkembangan kasus penyidikan dugaan korupsi pengadaan simulator SIM, dan berbagai kasus yang menjadi ganjalan hubungan KPK vs Polri. Tentu saja SBY bisa minta didampingi Menkumham dan Menkopolhukam, misalnya, atau siapa saja yang dipandang perlu untuk dimintai pendapat dan saran. Tapi yang jelas, jika SBY benar-benar ingin mengambil peran dalam penyelesaian masalah ini, maka ia harus hadir sendiri, menjadi penengah, bukan hanya mendengarkan laporan dari Sudi Silalahi saja.

Ini bukan masalah kecil. Kelangsungan pemberantasan korupsi bisa terancam jika kerja KPK terus menerus diganggu oleh hal-hal semacam ini. Bukankah memang ini tujuan para koruptor? Mereka ingin memberikan kesan KPK memble, kinerja Abraham Samad, bambang Widjojanto dkk buruk, target-target pemberantasan korupsi tak tercapai. Katakanlah kinerja KPK memang belum sesuai harapn kita, bukankah ini juga dipengaruhi dengan tekanan-tekanan pelemahan terhadap KPK yang terus berkelanjutan tanpa henti, baik dari DPR maupun Kepolisian? Termasuk dihambatnya proses pencairan dana pembanguann gedung baru KPK.

Pak Beye, jika anda belum menganggap ini kondisi kegentingan yang memaksa, maka dimana komitmen anda dengan janji untuk berdiri di garda terdepan pemberantasan korupsi? Bukankah Pak Beye pernah mengatakan akan berjihad melawan korupsi? Sungguh, nanti malam kami tak mau lagi mendengar kata “SAYA PRIHATIN” dan tak benar-benar ogah dengan pembentukan Satgas-Satgas tak jelas, hanya untuk bisa memberikan honorarium buat orang-orang dekat Presiden. Kali ini rakyat butuh action Pak Beye, bukan lyrik lagu melankolis, bukan ungkapan prihatin tapi tanpa sikap keprihatinan. Sudah lama kami merasa seolah negeri ini tanpa pilot!

CATATAN IRA OEMAR FREEDOM WRITERS KOMPASIANER
×
Berita Terbaru Update