Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Sikap Jokowi pada Rhoma dan Pelanggaran HAM 1965

16 Agustus 2012 | 16.8.12 WIB Last Updated 2012-08-17T04:21:41Z


Aneh juga waktu Rhoma Irama menanyakan ke Jokowi apakah Jokowi memaafkan tindakan Rhoma Irama secara tulus? Kenapa aneh? Sebab seharusnya Rhoma Irama mengakui terlebih dahulu kesalahannya secara tulus (kalau dia merasa bersalah) baru kemudian Jokowi memaafkan lebih tulus. Tetapi karena Jokowi mau menunjukkan jiwa besarnya,bahwa dia sudah memaafkan terlebih dahulu walau Rhoma Irama belum mengakui kesalahannya,maka Rhoma Irama tidak perlu menanyakan ketulusan hati dari Jokowi. Pertanyaan Rhoma ke Jokowi lebih cenderung “meledek” ,sehingga Jokowi cukup tertawa saja…. Kecongkakan Rhoma Irama justru membuat ‘luka hati’ terbuka lagi pada diri Jokowi…

Bahkan Ketua GP Anshor pun mencoba defensif agar peristiwa 1965 tidak lagi diungkit siapa yang bersalah ; Seharusnya sebagai Ketua Organisasi yang mana dulu GP Anshor pernah terlibat dalam konflik-2 di sekitar tahun 1965 sehingga mengakibatkan banyaknya pembunuhan yang melanggar HAM berjiwa ksatria di bulan suci Ramadhan,yaitu meminta maaf atas kesalahan masa lalu GP Anshor seperti yang pernah dilakukan oleh Gus Dur waktu lalu. Kecongkakan memandang bahwa masa lalu adalah akibat perseteruan USA & Uni Soviet merupakan sikap membenarkan apa yang pernah dilakukan pendahulunya di masa lalu & melempar kesalahan yang pernah dilakukan kepada pihak lain,padahal Gus Dur saja menyadari kesalahan itu dan tulus meminta maaf. Memang perlu kedewasaan dan kerendahan hati yang dalam untuk meminta maaf…

Jepang juga terus diungkit oleh negara-2 di kawasan Asia Timur (RRC dan Korsel) atas perbuatan masa lalunya di Perang Dunia kedua,dimana banyak kesalahan & pelanggaran HAM yang dilakukan Jepang pada waktu Perang Dunia kedua. Permintaan maaf dari pihak Jepang yang pernah dilakukan oleh Kaisar Hirohito pada waktu dulu ternyata tidak meredam kemarahan rakyat RRC dan Korsel hingga kini,kenapa? Sebab ternyata ada sebagian petinggi-2 Jepang saat kini justru menghormati tentara-2 Jepang yang terbunuh di PD-II tersebut sebagai “Pahlawan” …..! Tindakan tersebut membuka luka lama,padahal pendahulunya yang merupakan Kaisar Jepang waktu itu sudah merendahkan diri dan martabat bangsanya dengan meminta maaf. Beda generasi,beda pemikiran….sekali lagi kecongkakan malah membuka luka lama…

Urusan maaf-memaafkan sepertinya bangsa Indonesia juga perlu belajar lebih tulus hatinya,apalagi di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri,yang katanya hari kemenangan dimana orang harus saling memaafkan..! Namun kalau permintaan & pemberian maaf hanya di bibir saja,apalah artinya Idul Fitri? Apalah artinya mengumbar perkataan “maafkan saya…!” bahkan berurai air mata segala tetapi hatinya tidak ada ketulusan ; Baiklah mengakui kesalahannya maupun memberikan maaf kepada orang lain yang bersalah kepadanya dengan suatu ketulusan hati…tidak perlu membuka luka lama dengan perkataan yang tidak pada tempatnya…

Pelajaran meminta maaf dan memaafkan juga harus didasari dari kerendahan hati,tidak menyalahkan pihak lain,memberi ruang pada hati nurani untuk bicara bahwa dirinya memang perlu meminta maaf dan memaafkan…! Bila tidak ada itu semua,lebih baik tidak usah bersilahturami atau halal-bihalal,duduk saja di rumah & tidak kemana-mana sebab nanti malah jadi orang munafik…

catatan Mania Telo freedom writers kompasianer
×
Berita Terbaru Update