Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kondom Hanya Sejangkauan Tangan di Rak Mini Market

4 Juli 2012 | 4.7.12 WIB Last Updated 2012-07-04T14:39:14Z


ilustrasi/admin(shutterstock.com)

Persis di penghujung tahun 2011, di komplek tempat tinggal saya diresmikan sebuah mini market, yang lokasinya sekitar 60 – 70 meter dari rumah saya. Keberadaan mini market itu langsung mendapat sambutan hangat dari para penghuni komplek yang memang sangat membutuhkan kehadiran mini market. Maklum, lokasi komplek kami yang di atas bukit dan jalan yang naik turun, jauh dari jalan raya, tentu menyulitkan kalau tak ada mini market di dalam komplek. Saya mengenal para pegawai dan pramuniaga mini  market itu sebagai pegawai dan pramuniaga dari mini market yang sama yang lokasinya persis di pintu gerbang kompleks, kira-kira 1,5 km dari mini market baru.

Kata mereka, mini market ini bukan milik seorang terwaralaba, tapi asli milik pemegang merk waralaba. Pantas saja saya lihat selain ukurannya yang lebih besar dari mini market sejenis pada umumnya, juga komoditas jualannya lebih beragam dan komplit. Misalnya produk white coffe merk tertentu yang hanya ada dijual di super market besar – sesuai yang diiklankan, itupun seringkali kosong stocknya – di mini market dekat rumah saya, produk itu dijual dan selalu ada stocknya. Juga minyak zaitun yang umumnya tidak dijual di mini market, tapi di mini market itu ada dijual. Saya jadi makin menggampangkan kalau butuh sesuatu, tinggal jalan kaki saja.

Kemarin saya butuh obat tetes mata dan sebuah salep penghilang nyeri otot untuk Ibu saya. Rupanya rak khusus obat-obatan yang persis bersebelahan dengan rak kosmetik, kini sedikit bergeser. Rupanya produk kosmetik yang dijual makin beragam. Saya sempat celingukan mencari 2 barang yang saya butuhkan. Tapi yang berkali-kali tertangkap mata saya justru kondom. Ya,kondom! Sebab produk itu memonopoli satu baris rak paling atas. Aneka merk dipajang, masing-masing stocknya sederet penuh, bahkan ada merk tertentu yang rupanya punya banyak varian, ini terlihat dari warna kotak kemasannya yang beraneka warna.

Setelah agak lama mencari, akhirnya ketemu juga kotak obat tetes mata. Letaknya menyempil, hanya ada 2 merk yang dijual dan masing-masing merk stocknya hanya ada 2 buah. Saya ambil kedua stock dari salah satu merk. Tapi sampai capekmencari, saya tetap tak menemukan salep pereda nyeri otot yang biasanya terpajang di situ. Akhirnya saya tanyakan SPG yang bertugas. Dia jawab barang itu ada di rak di belakang kasir. Kalau saya mau beli, tinggal bilang saja saat di kasir.

Saya heran, kenapa kondom sevulgar itu dipajang di rak berjajar dengan kosmetik dan obat-obat bebas lainnya? Sedang salep keselo saja diletakkan dibelakang kasir. Bukankah seharusnya yang boleh membeli kondom hanya orang tertentu? Yang sering saya temui, mini market itu justru ramai dengan pengunjung anak-anak dan remaja ABG. Komplek perumahan kami memang penghuninya rata-rata keluarga “tanggung”, yang anak-anaknya masih kecil atau usia sekolah. Jadi pantaskah kondom dipajang terbuka di rak yang hanya sejangkauan tangan anak remaja?

Di mini market memang umumnya di belakang kasir ada rak barang jualan. Yang diletakkan di situ umumnya barang-barang yang rawan dikutil. Misalnya susu formula bayi merk-merk tertentu yang mahal harganya. Juga obat-obatan, vitamin, pasta gigi dan kosmetik yang cukup mahal. Biasanya yang dipajang di rak hanya kotak kemasan saja dan label harganya. Artinya, alasan pemilik mini market meletakkan item tertentu di rak di belakang kasir adalah demi keamanan barang itu dari jangkauan tangan-tangan nakal yang berniat mengutil.

Selain item barang yang saya sebutkan di atas, rokok pun biasanya diletakkan di rak belakang kasir. Rokok termasuk barang yang seharusnya hanya boleh dibeli oleh seseorang yang telah berusia 18 tahun. Tapi saya tak yakin alasan peletakan rokok di rak belakang kasir untuk menghindari pembelian oleh anak di bawah umur. Sering kita lihat anak kecil umur 6 – 7 tahun pun bisa disuruh orang tuanya membeli rokok. Tentu saja penjual tetap akan melayaninya asal si anak membawa uang cukup. Tak pernah ada cerita penjual menolak anak di bawah umur membeli rokok. Jadi, dugaan saya rokok tidak dipajang di rak terbuka karena rokok termasuk barang yang rentan jadi obyek pengutilan. Sekali lagi alasannya demi “keamanan” penjual, bukan demi pengetatan pembeli.

Lalu bagaimana dengan kondom? Saya lihat label harga yang tertempel di rak hanya belasan ribu saja. Tentu bukan barang yang menarik untuk dikutil. Jadi pihak mini market tak merasa perlu mengamankannya dari tangan-tangan jahil. Apalagi mengamankannya dari tangan yang belum berhak membeli. Tampaknya penerapan aturan bahwa barang tertentu hanya boleh dibeli orang dewasa, sama sekali diabaikan.

Sama halnya dengan miras/alcoholic drink yang dipajang bebas di rak yang letaknya tak jauh dari rak penjualan minuman bersoda, di super market- super market besar lisensi asing. Bahkan di sebuah mini market di kawasan Benhil yang letaknya persis di belakang gedung perkantoran mewah di jalan Sudirman, saya lihat miras kalengan diletakkan dalam kardus yang digeletakkan begitu saja dalam jarak semeter dari pintu mini market.

Di negara maju sekali pun, pembelian dan penjualan rokok dan minuman beralkohol dibatasi. Mereka konsekwen dengan aturan yang ditetapkan dan pedagang retail pun mematuhi aturan itu. Tentu ini karena fungsi kontrol berjalan baik dan adanya penerapan sanksi bagi yang melanggar. Bagaimana di Indonesia? Aturan itu hanya tertempel di kemasan saja. Sudah saatnya pihak yang berwenang memberlakukan aturan bagi mini market dan super market, tentang pemajangan item barang tertentu yang hanya boleh di beli oleh orang berusia tertentu.

Kondom bukanlah barang kebutuhan pokok, bukan pula obat sejenis obat bebas semacam obat flu, sakit kepala atau obat diare. Mereka yang membutuhkan tentu mau sedikit berupaya datang ke apotik dan memintanya dari penjaga apotik. Bukan siapa saja bisa meraihnya dari rak seperti membeli permen dan cemilan. Kalau pembeliannya saja melanggar aturan, bagaimana bisa dijamin penggunaannya tidak disalah gunakan? Memang perlindungan konsumen di negara kita masih jauh panggang dari api. Siapa yang peduli?!

catatan ira oemar freedom writers kompasianer


×
Berita Terbaru Update